Zata Dirayati Adani: Benar Curang atau Korban Fitnah?

Zata Dirayati Adani: Benar Curang atau Korban Fitnah?

Tudingan terhadap pecatur Zata Dirayati Adani curang dalam turnamen JAPFA FIDE Rated 2025 belum jelas ujungnya. Tak ada publikasi resmi dari federasi. Kini mulai muncul beberapa pihak yang membela Zata. Ada hal yang harus terjawab, sebelum membuatnya menjadi terhukum.

 Jangan Rusak Karier Anak Muda dengan Tuduhan Kosong

Zata Dirayati Adani, nama yang menjadi bintang muda catur Indonesia, kini mendapat masalah. Tuduhan kecurangan yang menimpanya di Turnamen JAPFA FIDE Rated 2025 telah menghancurkan reputasinya. Tanpa proses, tanpa klarifikasi, tanpa keadilan.

Situs masterpiechess.com menjadi yang pertama mengangkat kasus ini secara mendalam. Mereka mempertanyakan: apakah Zata benar-benar curang, atau justru korban dari sistem yang tak siap menerima kejutan dari luar lingkaran kekuasaan?

Tuduhan Tanpa Proses: Sebuah Preseden Berbahaya

Pada pertengahan Mei 2025, Zata didiskualifikasi dari turnamen saat sedang memimpin klasemen. Wasit menuduhnya menggunakan headset tersembunyi di balik hijab untuk menerima instruksi dari kakaknya yang menggunakan bantuan mesin catur.

Tuduhan itu langsung menyebar, dengan komentar beberapa pemain senior yang menyebut langkah-langkah Zata “terlalu sempurna untuk manusia biasa.”

Namun hingga hari ini, tidak ada satu pun pernyataan resmi dari panitia atau PB Percasi. Tak ada sidang etik, laporan investigasi. Pun, tidak ada hak jawab. Yang ada hanyalah penghakiman publik dan federasi yang memilih diam.

“Biarkan itu jadi sanksi sosial,” kata salah satu perangkat pertandingan.

Anak Daerah Juga Bisa Berprestasi

Zata bukan pemain sembarangan. Dalam Kejuaraan Nasional Catur ke-49 tahun 2023, ia meraih medali emas Catur Kilat U-19 Putri dan perunggu di Catur Klasik. Ia bahkan mengalahkan Shafira Devi Herfesa—pecatur yang kini jadi media darling—dalam dua format berbeda.

Namun justru karena prestasinya yang mencolok. Dia “terlalu hebat untuk jadi nyata.” Seolah-olah, jika seseorang dari Sulawesi Tengah bisa mengalahkan pemain dari pusat, maka pasti ada yang tidak beres.

Apakah ini soal asal daerah? Apakah karena Zata bukan bagian dari lingkaran elite catur nasional, maka lebih mudah untuk mengorbankannya?

Pertanyaan ini menyakitkan, tapi perlu diajukan. Karena jika benar, maka kita sedang menyaksikan diskriminasi sistemik yang membunuh potensi anak muda hanya karena mereka datang dari pinggiran.

Logika yang Tak Masuk Akal

Zata adalah juara nasional catur kilat—format 3+2 yang hanya memberi pemain beberapa detik untuk berpikir. Bahkan grandmaster dunia pun kesulitan menggunakan bantuan eksternal dalam format secepat itu.

Jika Zata benar-benar menggunakan headset, bagaimana mungkin ia bisa:

– Bermain cepat tanpa jeda komunikasi?

– Menang dalam format kilat yang nyaris mustahil untuk dibantu dari luar?

“Jika ia bisa curang dalam kilat, maka ia bukan hanya jenius, tapi juga pesulap,” tulis masterpiechess.com dengan nada satir. Dan jika ia tidak curang dalam kilat, mengapa kita langsung percaya bahwa ia curang dalam klasik—tanpa bukti yang teruji secara terbuka?

Belajar dari Kasus Hans Niemann

Kasus Hans Niemann di Amerika Serikat menjadi preseden penting. Ia dituduh curang oleh Magnus Carlsen, juara dunia. Tapi tuduhan itu memicu penyelidikan terbuka, diskusi publik, dan bahkan gugatan hukum. Tidak ada federasi yang diam. Tidak ada sanksi tanpa pembuktian.

Mengapa PB Percasi tidak bisa melakukan hal yang sama? tidak ada transparansi? tidak ada ruang bagi Zata untuk membela diri?

Tuntutan untuk PB Percasi: Jangan Diam

Sebagai federasi resmi, PB Percasi punya tanggung jawab moral dan institusional. Mereka tidak bisa pura-pura netral ketika seorang juara nasional hancur oleh tuduhan tanpa proses.

Kami menuntut:

– Pernyataan resmi: Apakah Zata benar-benar bersalah? Di mana laporan investigasinya?

– Hak jawab dan pemulihan nama baik: Biarkan Zata bicara, tanpa intimidasi.

– Pertandingan terbuka: Biarkan Zata bermain ulang melawan siapa pun. Biarkan papan bicara.

– Komisi etik independen: Agar kasus ini tidak menjadi preseden buruk bagi atlet muda lainnya.

Zata Dirayati Adani: Benar Curang atau Korban Fitnah?

Ini tentang keadilan. Tentang federasi yang harus memilih: melindungi sistem, atau melindungi kebenaran. Tentang masa depan catur Indonesia. Apakah akan berdiri di atas meritokrasi, atau terkubur oleh politik dan prasangka.

PB Percasi harus bicara. Karena diam berarti membiarkan sistem menghancurkan masa depan anak muda yang berani menang.

Pecatur Zata Dirayati, Tertangkap Curang dengan Bantuan Kakak

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *