Festival Pacu Jalur kembali menggema di tepian Narosa, Kuantan Singingi, Riau, dengan semangat yang lebih besar dan sorotan yang lebih luas. Tahun 2025 menjadi momentum penting bagi tradisi ini. Menteri Pariwisata Republik Indonesia, Widiyanti Putri Wardhana, secara langsung membuka perhelatan budaya dan olahraga air terbesar di provinsi tersebut, Rabu (20/8/2025). Kehadirannya bukan sekadar seremoni, tetapi simbol pengakuan bahwa Pacu Jalur telah menjelma menjadi warisan budaya yang tak hanya hidup di hati masyarakat lokal, tetapi juga di panggung internasional.
Di Taman Jalur, tempat ikonik yang menjadi pusat kegiatan festival, ribuan warga dan tamu undangan menyambut pembukaan dengan antusias. Gong dipukul, salam khas “Salam Kayuah” menggema, dan sorak-sorai penonton mengiringi pernyataan resmi bahwa Festival Pacu Jalur 2025 telah dimulai. Momen ini bukan hanya tentang tradisi, tetapi juga tentang kebanggaan nasional. Sejak tahun 2022, Pacu Jalur secara konsisten masuk dalam daftar Karisma Event Nusantara (KEN), dan pada tahun 2024 berhasil menembus posisi Top 10—prestasi yang tidak mudah diraih di tengah ratusan event budaya lain di Indonesia.
Pacu Jalur bukan sekadar perlombaan perahu.
Ia adalah cerminan dari semangat kolektif, kerja sama, dan identitas masyarakat Kuansing. Setiap jalur—nama untuk perahu panjang yang digunakan dalam lomba—dibuat dengan penuh ketelitian, dihias dengan ornamen khas, dan dikayuh oleh puluhan atlet yang telah berlatih berbulan-bulan. Di balik setiap kayuhan, ada cerita tentang desa, tentang kebanggaan, dan tentang harapan untuk membawa nama kampung mereka ke puncak podium.
Tahun ini, festival tidak hanya dihadiri oleh pejabat tinggi negara seperti Menteri Kebudayaan Fadli Zon dan Juru Bicara Presiden Hasan Hasbi, tetapi juga oleh perwakilan duta besar dari berbagai negara. Kehadiran mereka menunjukkan bahwa Pacu Jalur mulai menarik perhatian dunia. Di Tepian Narosa, tempat perlombaan berlangsung, para diplomat asing menyaksikan langsung bagaimana tradisi lokal bisa menjadi tontonan yang memukau dan penuh makna. Mereka melihat bukan hanya kompetisi, tetapi juga ekspresi budaya yang otentik dan hidup.
Pemerintah daerah Kuantan Singingi, bersama Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, telah bekerja keras untuk menjadikan festival ini sebagai magnet pariwisata. Perbaiki Infrastruktur, perluas promosi dan Kuatkan keterlibatan masyarakat. Tahun ini, lebih dari 50 jalur dari berbagai desa ikut serta, dengan ribuan penonton memadati tepian sungai. UMKM lokal juga merasakan dampaknya—kuliner khas, kerajinan tangan, dan produk budaya lainnya laris manis selama festival berlangsung.
Di balik gemerlap festival, ada sejarah panjang yang tak boleh dilupakan.
Pacu Jalur telah ada sejak abad ke-17, awalnya sebagai bentuk perayaan panen dan ritual adat. Seiring waktu, tradisi ini berkembang menjadi ajang kompetisi yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat. Namun esensinya tetap sama: gotong royong, semangat juang, dan kebanggaan akan akar budaya. Pemerintah pusat kini melihat Pacu Jalur sebagai model bagaimana tradisi lokal bisa menjadi aset nasional, bahkan internasional.
Transformasi Pacu Jalur menjadi event unggulan KEN bukan terjadi begitu saja. Butuh konsistensi, inovasi, dan komitmen dari berbagai pihak. Kementerian Pariwisata telah menjadikan KEN sebagai platform strategis untuk mempromosikan event-event budaya yang memiliki daya tarik tinggi. Masuknya Pacu Jalur ke dalam Top 10 KEN menunjukkan bahwa festival ini memiliki nilai jual yang kuat—baik dari sisi budaya, pariwisata, maupun ekonomi kreatif.
Tahun 2025 juga menjadi titik balik dalam strategi promosi pariwisata berbasis budaya. Pemerintah mulai mengintegrasikan teknologi digital dalam penyelenggaraan festival. Live streaming, promosi melalui media sosial, dan pelibatan influencer budaya menjadi bagian dari kampanye untuk menjangkau generasi muda. Festival ini tidak lagi hanya milik masyarakat Kuansing, tetapi juga milik anak-anak muda Indonesia yang ingin mengenal dan mencintai warisan budaya bangsanya.
Salah satu hal yang paling menyentuh dari Festival Pacu Jalur adalah keterlibatan lintas generasi. Anak-anak, remaja, orang tua, hingga lansia semua memiliki peran. Ada yang menjadi pengayuh, ada yang menjadi penari pembuka, ada yang menjadi pengrajin jalur, dan ada yang menjadi penyambut tamu. Tradisi ini tidak eksklusif, tetapi inklusif—membuka ruang bagi semua orang untuk berkontribusi dan merayakan identitas bersama.
Ke depan, tantangan terbesar adalah menjaga keaslian tradisi di tengah arus modernisasi. Pemerintah dan masyarakat harus terus berdialog agar Pacu Jalur tetap menjadi milik rakyat, bukan sekadar komoditas pariwisata. Pendidikan budaya di sekolah, dokumentasi sejarah, dan pelatihan bagi generasi muda. Ini menjadi kunci agar tradisi ini tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang secara sehat dan berkelanjutan.
Festival Pacu Jalur 2025 telah membuktikan bahwa tradisi bukanlah sesuatu yang usang, tetapi justru sumber energi baru bagi bangsa.
Ia mengajarkan tentang kerja sama, tentang semangat, dan tentang cinta pada tanah air. Ketika Menteri Pariwisata memukul gong dan menyatakan festival resmi mulai, itu bukan hanya simbol administratif, tetapi juga deklarasi bahwa budaya Indonesia masih hidup, masih kuat, dan masih relevan.
Dengan dukungan penuh dari pemerintah pusat, antusiasme masyarakat lokal, dan perhatian dunia internasional, Pacu Jalur kini berada di jalur yang tepat untuk menjadi ikon budaya global. Ia bukan hanya kebanggaan Kuansing, tetapi juga kebanggaan Indonesia. Tahun ini, kayuhan para atlet bukan hanya untuk meraih kemenangan, tetapi juga untuk mengukir sejarah baru dalam perjalanan budaya bangsa.
Dan ketika suara “Salam Kayuahhh” menggema di tepian sungai, dunia tahu bahwa Indonesia punya tradisi yang tak hanya indah. Tetapi juga penuh makna. Pacu Jalur telah mendunia, dan perjalanannya baru saja mulai.