Putri Candrawathi, istri Ferdi Sambo, terpidana kasus pembunuhan Brigadir J, kembali menjadi sorotan publik setelah menerima remisi sembilan bulan dari pemerintah dalam rangka peringatan Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia. Pengurangan masa hukuman ini turun atas dasar remisi umum selama empat bulan, remisi dasawarsa selama 90 hari, serta remisi tambahan dua bulan terkait dengan kegiatan donor darah. Keputusan tersebut diumumkan oleh pihak Lapas Kelas 2 A Tangerang, tempat Putri kini menjalani masa tahanannya.
Putri sebelumnya menghuni Lapas Perempuan Pondok Bambu, namun kemudian dipindahkan ke Lapas Tangerang. Pemindahan ini setelah proses hukum yang panjang dan penuh kontroversi. Ia katanya telah menunjukkan perilaku baik selama menjadi warga binaan, tidak melanggar tata tertib, dan aktif dalam kegiatan pembinaan. Hal-hal tersebut menjadi dasar pemberian remisi, sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam sistem pemasyarakatan Indonesia.
Pemberian remisi kepada Putri Candrawathi bukanlah kasus tunggal.
Dalam momentum HUT RI ke-80, sejumlah narapidana lain juga menerima pengurangan masa hukuman. Nama-nama seperti Mario Dandy, Shane Lukas, dan Ronald Tannur turut tercatat dalam daftar penerima remisi. Bahkan mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto, yang terjerat kasus korupsi e-KTP, mendapat remisi lebih dari dua tahun dan telah bebas bersyarat dari Lapas Sukamiskin. Fenomena ini memunculkan kembali perdebatan publik mengenai transparansi dan keadilan dalam pemberian remisi, terutama bagi pelaku kejahatan berat.
Kasus Putri Candrawathi sendiri merupakan bagian dari tragedi hukum yang mengguncang institusi kepolisian Indonesia. Pada Juli 2022, Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J tewas dengan luka tembak di rumah dinas Ferdy Sambo, suami Putri yang saat itu menjabat sebagai Kadiv Propam Polri. Awalnya, kematian Brigadir J akibat baku tembak antar anggota. Namun penyelidikan lebih lanjut mengungkap Ferdy Sambo merancang dan memerintahkan pembunuhan tersebut. Putri turut terlibat dalam skenario pembunuhan dan manipulasi informasi yang menyusul.
Mahkamah Agung sempat menjatuhkan vonis 20 tahun penjara kepada Putri.
Namun dalam proses banding dan peninjauan kembali, hukuman tersebut dipangkas menjadi 10 tahun. Ferdy Sambo menjalani hukuman seumur hidup di Lapas Salemba setelah pengadilan menjatuhkan vonis atas keterlibatannya dalam kasus pembunuhan Brigadir J. Vonis terhadap Putri dan Sambo menjadi simbol dari kompleksitas hukum di Indonesia, di mana proses peradilan harus menghadapi tekanan publik, sorotan media, dan dinamika internal institusi.
Remisi kepada Putri menambah babak baru dalam perjalanan kasus ini. Di satu sisi, sistem pemasyarakatan memiliki mekanisme yang memungkinkan pengurangan hukuman bagi narapidana yang menunjukkan perilaku baik. Masyarakat terus mempertanyakan kelayakan pemberian remisi kepada pelaku kejahatan yang telah mengguncang kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum.
Dalam konteks editorial, kasus Putri Candrawathi bukan hanya soal hukum, tetapi juga soal bagaimana masyarakat memaknai keadilan.
Pemberian remisi bukan sekadar angka pengurangan masa tahanan, melainkan cerminan dari nilai-nilai sistem hukum kita. Apakah keadilan berdasar dari kepatuhan administratif, atau juga dari rasa keadilan keluarga korban dan masyarakat luas.
Putri masih harus menjalani sisa masa hukumannya di Lapas Tangerang. Meski masa tahanannya telah berkurang, sorotan publik terhadap Putri belum mereda. Negara juga memiliki tanggung jawab untuk menjaga kepercayaan publik terhadap sistem hukum yang adil dan transparan.