PROGRAM Makan Bergizi Gratis (MBG) di sekolah merupakan salah satu intervensi gizi strategis yang bertujuan tidak hanya menyediakan porsi makanan harian bagi anak-anak, tetapi juga memastikan mereka mendapatkan asupan gizi yang seimbang, mendukung pertumbuhan optimal, dan meningkatkan kemampuan belajar secara maksimal.
Program ini berfungsi sebagai jembatan penting antara kesehatan dan pendidikan, mengingat anak yang sehat secara fisik cenderung lebih mampu berkonsentrasi, memiliki energi yang cukup untuk belajar, dan menunjukkan prestasi akademik yang lebih baik.
MBG dirancang untuk memenuhi kebutuhan energi, protein, serta mikronutrien penting seperti zat besi, zinc, dan vitamin A. Selain itu, program ini juga bertujuan membangun kesadaran pola makan sehat sejak usia dini, sehingga anak-anak dapat mengembangkan kebiasaan gizi yang baik dan berkelanjutan.
Tujuan utama dari program MBG adalah menurunkan prevalensi stunting, anemia remaja, dan obesitas, sekaligus mendukung pembangunan kualitas sumber daya manusia sebagai fondasi masa depan bangsa.
Pengalaman internasional menunjukkan bahwa program makanan sehat di sekolah memiliki dampak positif yang signifikan terhadap kesehatan dan prestasi akademik anak.
Negara Inggris, misalnya, program makanan sekolah universal terbukti meningkatkan kualitas diet siswa, menurunkan tingkat absensi akibat masalah kesehatan, dan memperbaiki konsentrasi belajar, sehingga mendukung prestasi akademik secara keseluruhan. Studi oleh Cohen et al. (2021) menunjukkan bahwa penyediaan makanan sehat dan gratis di sekolah berhubungan positif dengan keamanan pangan, kualitas diet, dan capaian pendidikan siswa.
Begitu pula dengan Korea Selatan, setiap sekolah menyediakan makanan bergizi untuk memenuhi kebutuhan nutrisi anak yang sedang berkembang. Program ini juga menekankan pendidikan gizi dan manajemen makanan, sehingga anak-anak dapat membangun kebiasaan makan sehat sejak dini.
India juga tak ketinggalan, Skema Makanan Tengah Hari (Mid-Day Meal Scheme) yang menjangkau lebih dari 120 juta siswa terbukti meningkatkan pendaftaran, kehadiran, dan retensi siswa, sekaligus mendukung prestasi akademik mereka.
Brasil melalui Program Pemberian Makanan Nasional (PNAE) menyediakan makanan bergizi bagi lebih dari 41 juta siswa setiap tahunnya, sekaligus melibatkan petani lokal, sehingga program ini berkontribusi pada ketahanan pangan sekaligus pembangunan ekonomi lokal.
Finlandia menawarkan makanan sekolah gratis dan bergizi bagi seluruh siswa dari pendidikan dasar hingga menengah, yang terbukti meningkatkan konsentrasi, menurunkan insiden perilaku negatif, dan memperkuat prestasi akademik.
Selain itu, Tiongkok telah melaksanakan program makanan sekolah di pedesaan sejak tahun 2000, dengan hasil peningkatan kehadiran dan penurunan angka putus sekolah.
Sementara Afrika Selatan menyediakan makanan bergizi untuk siswa di sekolah kurang mampu, yang terbukti meningkatkan kehadiran dan prestasi belajar.
Bukti empiris dari berbagai negara ini memperkuat hubungan erat antara gizi dan pendidikan, menunjukkan bahwa investasi dalam kesehatan anak adalah investasi jangka panjang bagi kualitas pendidikan dan pembangunan sumber daya manusia.
Dengan mempelajari pengalaman internasional tersebut, Indonesia dapat mengembangkan dan mengimplementasikan Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang efektif, adaptif, dan berkelanjutan, guna meningkatkan status gizi serta prestasi akademik siswa.
Di Indonesia, tantangan gizi anak sangat kompleks karena menghadapi fenomena triple burden of malnutrition, yaitu bersamaan terjadinya stunting, kekurangan mikronutrien (termasuk anemia), dan overweight/obesitas. Data terbaru menunjukkan bahwa prevalensi stunting menurun dari 37% pada 2013 menjadi 19,8% pada 2024.
Namun, prevalensi anemia remaja tetap tinggi, sekitar 31–32%, sementara overweight dan obesitas anak mengalami peningkatan akibat pola makan yang tinggi gula, garam, dan lemak. Kondisi ini menuntut pendekatan gizi yang presisi.
Anak yang berisiko stunting membutuhkan tambahan energi, protein, dan mikronutrien, sedangkan anak yang mengalami overweight membutuhkan kontrol energi dan pembatasan asupan gula tambahan.
MBG hadir sebagai solusi untuk menjawab kebutuhan tersebut, dengan menekankan bukan hanya kuantitas makanan, tetapi juga kualitas gizi yang sesuai dengan kondisi masing-masing anak.
Pelaksanaan MBG di Indonesia berjalan mulai pada tahun 2024 di 200 kabupaten/kota sebagai pilot program, dengan target ekspansi nasional pada 2025.
Program ini berfokus pada sekolah dasar, di mana intervensi gizi dianggap paling efektif untuk mencegah masalah kesehatan kronis di masa depan.
Tujuan utamanya adalah meningkatkan status gizi anak, menurunkan stunting dan anemia, serta mendukung kehadiran dan konsentrasi belajar di kelas. Salah satu contoh implementasi di Kabupaten Z menunjukkan bahwa sebelum MBG, banyak siswa terlihat mengantuk di kelas dan nilai rata-rata ujian relatif rendah.
Setelah enam bulan pelaksanaan MBG, guru melaporkan peningkatan signifikan dalam kehadiran, konsentrasi, dan antusiasme belajar siswa.
Keberhasilan ini sebagian besar terkait dengan penyesuaian menu makanan sesuai preferensi lokal, seperti tempe, bayam, dan ikan air tawar.
Meski demikian, pada minggu pertama pelaksanaan, sekitar 30% sayuran tidak habis dikonsumsi, menekankan pentingnya adaptasi menu berbasis budaya dan kebiasaan makan anak agar makanan diterima secara sukarela.
MBG memiliki kontribusi strategis terhadap pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs). Program ini mendukung SDG 2 – Zero Hunger, dengan memastikan anak-anak menerima pangan bergizi yang cukup; SDG 3 – Good Health and Well-being.
Melalui pertumbuhan fisik dan perkembangan optimal; SDG 4 – Quality Education, karena anak yang sehat lebih mampu belajar dan berprestasi; serta SDG 17 – Partnerships for the Goals, melalui kolaborasi lintas sektor antara kementerian terkait, sekolah, orang tua, dan komunitas. Selain itu, MBG berkontribusi pada penguatan ekonomi lokal.
Pemanfaatan bahan pangan musiman dan lokal mendorong keberlanjutan pasokan pangan, meningkatkan pendapatan petani dan produsen lokal, dan sekaligus mengurangi ketergantungan pada impor bahan pangan. Pendekatan ini mendukung pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan, sejalan dengan prinsip SDGs.
Tantangan implementasi MBG di lapangan tidak bisa kita abaikan. Beberapa sekolah memiliki dapur dengan fasilitas minim, keterbatasan tenaga terlatih untuk penyusunan menu dan logistik, serta preferensi anak terhadap makanan tertentu yang memerlukan penyesuaian menu yang cermat.
Selain itu, kondisi ekonomi keluarga juga memengaruhi pola makan anak di rumah. Dalam konteks ini, MBG menjadi sumber gizi yang sangat penting, terutama bagi anak-anak dari keluarga berpendapatan rendah.
Tanpa dukungan program seperti MBG, anak-anak berisiko tinggi mengalami malnutrisi yang dapat berdampak jangka panjang terhadap pertumbuhan dan prestasi akademik mereka.
Untuk mengatasi berbagai tantangan tersebut, strategi yang diterapkan meliputi keterlibatan aktif sekolah dalam perencanaan dan pelaksanaan program, pelatihan guru dan staf sekolah tentang gizi dan manajemen dapur, serta keterlibatan orang tua dan komunitas.
Pemanfaatan bahan pangan lokal dan musiman, sekaligus fortifikasi makanan untuk meningkatkan asupan mikronutrien, menjadi kunci keberlanjutan program.
Selain itu, harus melibatkan tenaga profesional seperti ahli gizi dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan, sementara penerapan Smart Meal Plan berbasis antropometri memungkinkan menu sesuai dengan kebutuhan gizi anak, preferensi lokal, ketersediaan bahan, dan anggaran program.
Pendekatan ini memastikan bahwa MBG bukan sekadar penyediaan makanan, tetapi intervensi gizi yang personal, presisi, adaptif, dan inklusif. Manfaat MBG jangka panjang sangat signifikan. Anak-anak tidak hanya menerima makanan bergizi, tetapi juga belajar membangun pola makan sehat, meningkatkan kesadaran gizi, dan mengembangkan kebiasaan hidup sehat sejak dini.
Dampak positifnya terlihat pada pertumbuhan optimal, prestasi akademik yang meningkat, dan terbentuknya generasi Indonesia yang sehat, cerdas, dan berdaya saing tinggi. MBG bukan hanya investasi kesehatan, tetapi juga investasi masa depan bangsa.
Program ini sekaligus menjadi langkah nyata Indonesia dalam mencapai target SDGs di sektor pangan, kesehatan, pendidikan, dan pembangunan ekonomi lokal. Dengan strategi yang terintegrasi dan adaptif, MBG menunjukkan bagaimana intervensi gizi di sekolah dapat menjadi fondasi kuat bagi generasi Indonesia yang lebih sehat, cerdas, dan siap menghadapi tantangan global.
Secara keseluruhan, Program Makanan Bergizi Gratis merupakan contoh nyata bagaimana intervensi kesehatan berbasis sekolah dapat berkontribusi pada pembangunan manusia yang berkelanjutan. Keberhasilan program ini bergantung pada kolaborasi multi-sektor, inovasi dalam penyesuaian menu, pelibatan komunitas, dan evaluasi berkelanjutan.
MBG membuktikan bahwa kesehatan dan pendidikan tidak dapat dpisahkan, dan bahwa investasi dalam gizi anak adalah investasi untuk masa depan bangsa. Dengan pendekatan yang tepat, MBG berpotensi menjadi model yang dapat direplikasi secara nasional, mendukung pencapaian SDGs, dan menjawab tantangan gizi anak di Indonesia secara efektif dan berkelanjutan.
Penulis,
Phembriah S. Kereh
Mahasiswa Program Studi S-3 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar