POSO — Dua hari setelah gempa bumi berkekuatan 5,8 skala richter mengguncang Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, suasana di lokasi terdampak masih penuh kehati-hatian. Selasa pagi (19/8), tim gabungan dari BNPB, TNI, Polri, dan relawan lokal terus melakukan pendataan, distribusi bantuan, dan pendampingan psikososial bagi warga yang terdampak.
Di Desa Masani, Kecamatan Poso Pesisir, tenda-tenda darurat mulai berdiri di halaman rumah warga dan lapangan terbuka. Sebagian besar pengungsi adalah anak-anak, lansia, dan perempuan yang rumahnya rusak berat atau tidak lagi aman untuk dihuni. Bantuan logistik seperti makanan siap saji, air bersih, selimut, dan obat-obatan mulai mengalir dari berbagai lembaga kemanusiaan, termasuk PMI, ACT, dan Dompet Dhuafa.
“Alhamdulillah, bantuan sudah mulai masuk. Tapi anak-anak masih takut masuk rumah. Setiap ada getaran kecil, mereka langsung lari,” ujar Rinto, warga Masani, yang membuka halaman rumahnya untuk menampung tiga keluarga tetangga.
BNPB mencatat hingga Selasa pagi, jumlah korban jiwa tetap satu orang—seorang jemaat Gereja Elim Masani yang sempat tertimbun reruntuhan bangunan dan meninggal dunia setelah mendapat perawatan medis.
Korban luka berat berjumlah delapan orang, sementara luka ringan mencapai 32 orang. Total 433 jiwa dari 184 kepala keluarga terdampak langsung oleh gempa.
Tim medis dari Dinas Kesehatan Poso dan relawan kesehatan telah mendirikan pos layanan darurat di beberapa titik. Selain menangani luka fisik, mereka juga mulai memberikan pendampingan trauma healing, terutama bagi anak-anak yang mengalami ketakutan berlebih.
“Trauma psikologis ini tidak kalah penting dari luka fisik. Kami berusaha hadir bukan hanya sebagai tenaga medis, tapi juga sebagai pendengar,” ujar dr. Lilis, relawan dari Palang Merah Indonesia.
Sementara itu, BMKG mencatat bahwa gempa susulan masih terjadi, meski dengan intensitas yang jauh lebih kecil. Hingga pagi ini, total 27 gempa susulan terdeteksi, dengan kekuatan berkisar antara 2,9 hingga 3,3 SR. BMKG menegaskan bahwa gempa utama pada Minggu lalu tidak berpotensi tsunami, namun masyarakat tetap diminta waspada terhadap retakan tanah dan potensi longsor.
Kondisi fasilitas umum juga masih dalam tahap asesmen. Berdasarkan data BNPB, kerusakan mencakup:
- – 12 unit rumah rusak berat
- – 33 unit rumah rusak ringan
- – 1 fasilitas ibadah rusak berat
- – 2 fasilitas ibadah rusak ringan
- – 1 fasilitas pendidikan rusak berat
Pemerintah Kabupaten Poso telah menetapkan status tanggap darurat selama tujuh hari ke depan.
Fokus utama adalah pemulihan akses, pendataan kerusakan, dan pemenuhan kebutuhan dasar warga. Bupati Poso dalam pernyataan resminya mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersatu dan saling membantu.
“Kita sedang diuji, tapi saya percaya masyarakat Poso punya semangat gotong royong yang luar biasa. Mari kita pulihkan bersama,” ujarnya.
Gempa bumi yang mengguncang Poso terjadi pada Minggu pagi (17/8), pukul 07.43 WITA, saat warga bersiap menyambut peringatan HUT ke-80 Republik Indonesia. Guncangan terasa kuat dan berlangsung sekitar 10–15 detik. Banyak warga yang sedang bersiap mengikuti upacara kemerdekaan langsung berhamburan keluar rumah.
Di Desa Masani, Gereja Elim Masani roboh saat jemaat masih berada di dalam. Tim penyelamat menarik korban dari bawah puing bangunan dan membawanya ke rumah sakit. Meski sempat mendapat perawatan, nyawanya tidak tertolong. Kejadian ini menjadi simbol duka di tengah perayaan kemerdekaan.
BMKG mengidentifikasi bahwa gempa dipicu oleh pergerakan sesar Tokoraru, salah satu jalur patahan aktif yang melintasi wilayah Sulawesi Tengah. Sesar ini dikenal memiliki potensi gempa menengah hingga besar, dan telah beberapa kali memicu guncangan di wilayah Poso dan sekitarnya.
Sejak Minggu malam, Tim Reaksi Cepat BNPB langsung bergerak ke lokasi terdampak.
Mereka mendampingi pemerintah daerah dalam proses evakuasi, pendataan, dan penanganan darurat. Bantuan dari pemerintah provinsi dan pusat juga mulai berdatangan, termasuk dukungan logistik dan alat berat untuk membersihkan puing bangunan.
Di tengah trauma dan kerusakan, solidaritas warga menjadi kekuatan utama. Banyak warga yang saling membantu, mengevakuasi tetangga, dan berbagi logistik seadanya. Di beberapa titik, warga mulai membangun dapur umum dan posko mandiri.
“Kami tidak punya banyak, tapi kami saling jaga. Ini bukan pertama kali kami diuji, dan kami tahu cara bertahan,” ujar Pak Yusran, tokoh masyarakat di Poso Kota.
Gempa bumi di Poso bukan hanya mengguncang tanah, tetapi juga mengguncang kesadaran akan pentingnya kesiapsiagaan bencana. Di tengah duka, warga menunjukkan ketangguhan dan semangat gotong royong yang menjadi ciri khas masyarakat Indonesia.
Hari ini, Poso masih berbenah. Trauma belum sepenuhnya hilang, tapi harapan mulai tumbuh. Bantuan terus berdatangan, dan warga mulai bangkit. Dari puing-puing yang berserakan, semangat untuk pulih perlahan menyala kembali.
Fero Walandouw, Nyong Sulut yang Jabat Komisaris Perusahaan Otomotif