Menangani Tiga Beban Malnutrisi di Indonesia dalam Kerangka MDGs

MASALAH gizi di tanah air saat ini tidak hanya terbatas pada kurangnya nutrisi, namun juga mencakup kelebihan gizi dan defisiensi zat gizi mikro. Hal ini dikenal dengan istilah Tiga Beban Malnutrisi, yang terdiri dari tiga isu utama: berat badan kurang, kelebihan berat badan atau obesitas, dan kekurangan zat gizi mikro. Ketiga isu ini saling berkaitan dan mencerminkan ketidakadilan dalam sistem pangan, ekonomi, dan sosial masyarakat.

Dalam kerangka Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) – khususnya Tujuan 1: Menghapus kemiskinan dan kelaparan yang parah, serta Tujuan 4: Mengurangi angka kematian pada anak – tiga beban ini menjadi tantangan serius bagi kemajuan kesehatan di Indonesia.

Tingkat gizi kurang (berat badan kurang dan stunting) masih sangat tinggi, khususnya di kalangan masyarakat miskin, daerah pedesaan, dan wilayah timur Indonesia. Faktor penyebab utamanya meliputi akses terhadap makanan bergizi yang rendah, pola konsumsi yang kaya karbohidrat tetapi kurang protein, kurangnya pengetahuan gizi di kalangan ibu, serta sanitasi yang buruk yang mengakibatkan infeksi yang berulang.

Beberapa langkah jitu untuk mengatasi hal ini termasuk memperkuat program 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), antara lain memberikan makanan tambahan bernutrisi tinggi yang pengolahannya secara lokal, meningkatkan pendidikan gizi di tingkat keluarga dan posyandu, serta mengintegrasikan program gizi dengan upaya ketahanan pangan di desa.

Menariknya, di tengah masalah kurang gizi, angka obesitas dan kelebihan berat badan justru mengalami peningkatan, terutama di daerah perkotaan.

Anak-anak dan remaja kini lebih sering memilih makanan cepat saji yang kaya gula, garam, dan lemak, tetapi rendah serat dan vitamin. Kebiasaan hidup yang tidak aktif semakin memperburuk masalah tersebut.

Beberapa solusi yang bisa diterapkan antara lain mengampanyekan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS), menerapkan label gizi serta membatasi iklan makanan tidak sehat bagi anak-anak, serta memperkuat kurikulum pendidikan gizi di sekolah-sekolah.

Pemerintah juga dapat memberlakukan pajak dan insentif untuk makanan sehat, agar masyarakat lebih mudah memilih makanan yang lebih baik.

Kekurangan zat gizi mikro seperti zat besi, yodium, vitamin A, dan zinc tetap menjadi masalah yang tersembunyi di Indonesia. Akibatnya dapat terlihat dalam bentuk anemia, gangguan pertumbuhan, penurunan imunitas, dan penurunan kecerdasan anak-anak.

Langkah-langkah pencegahan yang efektif meliputi fortifikasi pangan (Vitamin A seperti garam beriodium, tepung terigu yang kaya dengan zat besi, dan minyak goreng), suplementasi gizi mikro bagi kelompok-kelompok rentan seperti ibu hamil dan balita, serta variasi dengan pangan lokal yang kaya akan mikronutrien seperti umbi-umbian, ikan, sayuran, dan buah-buahan lokal.

Tiga beban malnutrisi secara langsung menghalangi pencapaian MDGs, terutama dalam upaya menghapus kemiskinan dan kelaparan yang ekstrem, serta mengurangi angka kematian anak.

Dalam konteks pembangunan yang berkelanjutan, tiga beban ini juga sangat terkait dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya SDG 2 (Mengakhiri Kelaparan) dan SDG 3 (Kesehatan dan Kesejahteraan yang Baik).

Ini menunjukkan bahwa penanganan tiga beban tersebut bukanlah sekadar isu kesehatan, melainkan juga bagian yang tak terpisahkan dari pembangunan ekonomi dan sosial.

Penulis berpendapat bahwa pendekatan yang melibatkan banyak sektor serta berbasis komunitas adalah kunci utama. Pemerintah tidak dapat bekerja sendirian. Harus ada Kerja sama antara pemerintah, akademisi, sektor swasta, dan masyarakat sangat.

Beberapa langkah strategisnya termasuk mengintegrasikan program gizi, pendidikan, dan ketahanan pangan; mendukung produksi pangan lokal yang bergizi tinggi; meningkatkan kesadaran tentang gizi sejak dini melalui pendidikan formal maupun nonformal; serta memperketat pengawasan terhadap industri pangan agar produk yang beredar di pasar benar-benar sehat. Beban Tiga Malnutrisi mencerminkan kontradiksi dalam proses pembangunan: kemakmuran ekonomi tidak selalu harus dengan peningkatan gizi.

Untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang sehat dan produktif sesuai dengan semangat MDGs dan SDGs, perlu perubahan cara pandang – dari sekadar memberikan makanan menjadi menyediakan nutrisi yang seimbang dan berkelanjutan.

Penulis:
Nonce Nova Legi
Mahasiswa Program Studi S-3 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin Makassar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *