Dari sejarah, Kota Manado sejak dulu memang terkenal sebagai daerah tujuan ekonomi para masyarakat sekitar untuk berdagang atau tempat melakukan barter.
Kota Manado kini menjelma sebagai sebuah kota ramai yang dihuni beragam suku, etnis dan agama.
Kemacetan yang identik dengan kemajuan dan tingkat kesejahteraan masyarakat, sudah menjadi hal yang lumrah.
Dari sejarah, Kota Manado sejak dulu memang terkenal sebagai daerah tujuan ekonomi para masyarakat sekitar untuk berdagang atau tempat melakukan barter.
Baca: Asal Nama Manado Tua, Pulau Penghias Cakrawala
Asal nama Kota Manado kemungkinan berasal dari asal kata ‘Manarow’ yang berarti ‘Negeri yang Jauh’.
Dari legenda Minahasa, dalam bahasa etnik Toutemboan, ketika seseorang ditanyakan hendak kemana oleh warga sekitar, mereka akan menjawab dengan ‘mangean manarow’ atau ‘pergi ke tempat yang jauh’.
Dalam referensi lain, Manarow merupakan lokasi kerajaan Bobentehu yang berada di Pulau manado Tua.
Pulau Manado Tua, dahulunya dihuni etnis Sangir Tua, bagian dari kerajaan Wowontehu/ Bobentehu.
Mereka adalah keturunan kerajaan yang berlokasi di hutan, yang menyebut rajanya dengan Kulano. Nama Manarow (Pulau Manado Tua) kemudian pertama kali tercantum dalam peta dunia oleh Nicolas Desliens‚ pada 1541.
Sekitar tahun 1500-an etnis Bobentehu, melakukan eksodus, menyeberang dengan perahu dan berlabuh di daerah sekitar Tumumpa.
Dalam bahasa mereka, Tumumpa berarti ‘turun sambil melompat’. Mereka kemudian menetap di Singkil, yang berarti ‘pindah atau menyingkir’.
Perkampungan baru tersebut menyebar hingga di Pondol, yang berarti ‘ujung’. (kini daerah Pondol sebagian besar telah menjadi kawasan Mega Mall).
Perkampungan ini menjadi pusat perdagangan atau barter karena berada di wilayah pelabuhan yang ramai dengan pedagang Tionghoa dan Arab.
Semua etnis Minahasa, Sangir, Gorontalo dan Bolmong berbaur melakukan kegiatan niaga di tempat ini.
Hingga saat ini banyak masyarakat masih sering menyebut kawasan perbelanjaan 45 dengan istilah Bendar, yang berasal dari kata ‘Bandar/ pelabuhan’.
Kawasan perkampungan pesisir tersebut berbeda dengan kawasan pertengahan Kota Manado yang bernama ‘Wanua Wenang’.
Wenang/ Benangitu merupakan nama pohon yang banyak tumbuh di pesisir Manado. Dalam versi Bahasa Sangir Tua adalah ‘Gahenang/ Mahenang’, artinya api yang menyala/ bercahaya.
Wanua Wenang telah ada sekitar abad XII dan didirikan oleh Ruru Ares yang bergelar Dotu Lolong Lasut bersama keturunannya.
Dotu Lolong Lasut memimpin penduduk Wenang melawan Portugis yang saat itu menjadi bangsa penjajah. Kini patung Dotu Lolong Lasut yang berdiri di area Taman Kesatuan Bangsa.
Pada awal abad 17, bangsa Spanyol yang mendiami pulau Manado Tua mengalihkan benteng ke Wanua Wenang, karena terjadi wabah penyakit.
Sejak Spanyol datang ke Wenang, tepatnya tahun 1623, nama Manado mulai populer. Kata Manado mulai menggantikan Wenang dan Pondol.
Ketika Bangsa Spanyol pergi, pemerintahan Belanda melalui VOC mendirikan benteng atas perintah Gubernur Simon Cos pada tahun 1658.
Benteng itu bernama ‘De Nederlandsche Vatigkoid’, yang terdapat perkantoran VOC (berada di pusat pertokoan Pasar 45).
Pada tanggal 1 Juli 1919, gewest Manado menjadi Staats Gemeente atau semacam residen. Seorang Walikota mengepalai residen ini. Residen juga mempunyai Dewan Gemeente.
Tahun 1951, Residen ini kemudian menjadi Daerah Bagian Kota Manado dari Minahasa, sesuai Surat Keputusan Gubernur Sulawesi, BW Lapian tanggal 3 Mei 1951 Nomor 223.
Tanggal 17 April 1951, terbentuklah Dewan Perwakilan Periode 1951-1953 berdasarkan Keputusan Gubernur Sulawesi Nomor 14.
Sejak itu, Kota Manado kemudian terus berkembang. Tanggal 14 Februari 1946, Kota Manado pernah menjadi perhatian dunia internasional.
Kala itu, para putra daerah dengan gagah berani melakukan penyerangan ke benteng KNIL di Teling, dan berhasil mengibarkan bendera Merah Putih untuk pertama kalinya.
Momen tersebut kini terkenal dengan peristiwa Merah Putih, 14 Februari 1946.
Kota Manado juga pernah mengalami kerusakan berat saat masa Perang Dunia II dan ketika terkena bom TNI Angkatan Udara pada 1958 ketika terjadi Perlawanan Rakyat Semesta (Permesta).
Pemerintah kemudian menggabungkan tiga momen penting dalam sejarah untuk merayakan Hari Ulang Tahun Kota Manado.
Tanggal 14 merupakan tanggal merujuk peristiwa Merah Putih.
Bulan Juli mengambil peristiwa 1 Juli 1919 ketika Manado menjadi gewest Manado atau semacam residen.
Tahun 1623 sesuai sejarah, tahun pertama kali nama Manado resmi tercantum dalam dokumen.
Kota Manado kini menjadi Ibukota Provinsi Sulawesi Utara, menjadi pusat pemerintahan dan pusat ekonomi.
Negeri yang dulunya berarti ‘jauh’, kini sudah menjelma menjadi Kosmopolitan, tempat berbagai masyarakat lintas suku, etnis dan agama berbaur menjadi saudara.
Perjalanan Kota Manado
Pada tanggal 1 Juli 1919, gewest Manado menjadi Staats Gemeente atau semacam residen.
1 Juli 1951, residen ini kemudian menjadi Daerah Bagian Kota Manado dari Minahasa, sesuai Keputusan Gubernur Sulawesi Nomor/Tanggal Mei 1951 Nomor 233.
1951, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Periode 1951 -1953 terbentuk.
1953, Daerah Bagian Kota Manado menjadi Daerah Kota Manado.
1954, Manado Menjadi daerah otonom.
1957, Manado menjadi Kota Praja.
1959, Kota Praja Manado menjadi Daerah Tingkat II Manado.
1965: Kota praja Manado menjadi Kota Madya (Kodya) Manado
1999: Kodya Manado menjadi menjadi Kota Manado.
Penulis: F. G. Tangkudung