Kristianto Poae Laporkan Bank SulutGo ke Kejati: Dugaan CSR Fiktif hingga Suap Wartawan

Manado, newsantara.id — Kristianto Naftali Poae, Bendahara Pokdar Kamtibmas Sulawesi Utara, melayangkan laporan resmi ke Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara terkait dugaan tindak pidana korupsi, pelanggaran etika, dan penyimpangan kebijakan keuangan yang melibatkan manajemen PT. Bank SulutGo.

Laporan tersebut menyertakan data-data krusial dan potensi pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan, termasuk Undang-Undang Perseroan Terbatas, peraturan OJK, hingga ketentuan Perpres terkait jaminan sosial pekerja.

1. Dana CSR Rp 40 Miliar: Alokasi Tak Transparan dan Melebihi Batas Ketentuan

Dalam laporan keuangan tahun 2023, Bank SulutGo menganggarkan dana Corporate Social Responsibility (CSR) sebesar Rp 40.000.000.000, yang rinciannya sebagai berikut:

  • Rp 8 miliar bersumber dari laba bersih 2023
  • Rp 32 miliar dibebankan dari laba operasional tahun 2024

Padahal, berdasarkan:

  • Pasal 74 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan
  • PP No. 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan,

disebutkan bahwa alokasi CSR untuk perseroan terbatas maksimal adalah 4% dari laba bersih tahun berjalan, bukan dari laba tahun berikutnya. Ketidaksesuaian ini menimbulkan dugaan penyelewengan, apalagi tidak ada laporan kegiatan CSR yang diaudit secara independen maupun diumumkan ke publik sesuai prinsip transparansi dan akuntabilitas.

2. Pembebanan CSR dari Laba Operasional 2024 Diduga Langgar Prinsip Akuntansi dan Regulasi OJK

Penggunaan laba operasional 2024 untuk membiayai CSR yang seharusnya dibebankan ke tahun laba bersih sebelumnya, tidak sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) dan prinsip matching concept dalam pelaporan keuangan. Hal ini dapat menyesatkan pemegang saham dan otoritas pengawas karena menyamarkan posisi keuangan sebenarnya dari Bank SulutGo.

3. Tantiem, Jaspro, dan Kesejahteraan Karyawan Dipotong dan Dialihkan Beban ke Tahun 2024

Laporan menyebut adanya pembebanan Jasa Produksi (Jaspro), Tantiem, dan Kespeg sebesar 28% dari laba bersih 2023, namun justru dicatat sebagai beban tahun 2024. Tantiem sendiri disebut mencapai 12,3% dari laba bersih.

Kebijakan ini:

  • Menyalahi prinsip keuangan sehat perusahaan
  • Diduga sebagai upaya menyiasati laporan laba bersih
  • Merugikan karyawan dan pemegang saham

Ditambah lagi, terdapat pengurangan manfaat kesehatan karyawan, di mana klaim hanya diganti 75%, bukan 100% sebagaimana diamanatkan dalam:

  • Perpres No. 64 Tahun 2020 tentang Jaminan Kesehatan, dan
  • Ketentuan BPJS Kesehatan untuk perusahaan swasta

4. Dugaan Upaya Suap Terhadap Wartawan untuk Tutupi Skandal Internal

Laporan juga mengungkap bahwa sekretaris perusahaan Bank SulutGo diduga menawarkan uang tutup mulut kepada wartawan guna menghapus atau menurunkan pemberitaan negatif terkait kasus klaim kesehatan.

Hal ini bertentangan dengan:

  • Kode Etik Jurnalistik
  • UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers
  • Dan mengarah pada dugaan tindak pidana suap yang bisa dijerat dengan KUHP atau UU Tipikor

Nama Direktur Utama disebut turut campur dalam aksi ini, dengan maksud menjaga citra perusahaan di tengah gejolak tuntutan internal.

5. Pembocoran Data Kredit Nasabah: Dugaan Pelanggaran Perlindungan Data Pribadi

Dugaan lain yang serius adalah kebocoran data kredit debitur kepada pihak eksternal, termasuk wartawan dan sekretaris partai politik di daerah.

Hal ini merupakan:

  • Pelanggaran terhadap UU No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi
  • Dan juga melanggar rahasia bank sebagaimana diatur dalam UU Perbankan

Data debitur bersifat konfidensial, dan pelanggarannya berpotensi menimbulkan gugatan hukum dan sanksi administratif dari OJK.

6. Penyalahgunaan Wewenang Komisaris Utama dan Direktur Utama

Laporan menyebut adanya dugaan konflik kepentingan dan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh Komisaris Utama dan Direktur Utama PT. Bank SulutGo. Meski telah diperiksa dalam dugaan kasus korupsi, keduanya belum diberhentikan oleh OJK maupun RUPS.

Lebih memprihatinkan lagi, saat RUPS akan digelar, pemegang saham diminta menandatangani dokumen “Equity The Charge”, yang secara implisit memberikan:

Pelepasan tanggung jawab hukum atas tindakan pengurus perusahaan di tahun berjalan.

Langkah ini, menurut Kristianto, adalah cara pengurus “mencuci tangan” dari potensi jeratan hukum di masa mendatang.

Tuntutan Pelapor: Audit Forensik, RUPS Luar Biasa, dan Penegakan Hukum

Kristianto Poae menegaskan bahwa laporan ini bukan sekadar pengaduan, melainkan panggilan moral untuk menyelamatkan institusi keuangan daerah dari praktik-praktik menyimpang.

Ia menuntut:

  • Audit forensik independen terhadap seluruh dana CSR, kesejahteraan karyawan, dan kegiatan manajemen
  • Pemanggilan Direksi dan Komisaris oleh OJK dan Kejaksaan
  • Pelaksanaan RUPS-Luar Biasa (RUPS-LB) untuk mengganti jajaran pengurus

Kasus ini menyentuh banyak aspek penting—transparansi keuangan, perlindungan pekerja, hingga kebebasan pers. Jika dibiarkan, maka bukan hanya Bank SulutGo yang terancam, tetapi juga reputasi keuangan daerah Sulawesi Utara secara keseluruhan.

Kristianto menutup laporannya dengan peringatan keras:

“Ketika pemegang saham setuju menandatangani equity the charge, maka mereka secara sadar membebaskan direksi dari segala dosa. Ini bukan hanya perampokan uang rakyat, tapi juga pelecehan terhadap hukum.”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *