Mungkin kini tak banyak lagi yang mengenal kisah perjuangannya. Padahal, Arnold Mononutu, adalah tokoh Kristen idealis penegak pancasila.
Bernama lengkap Arnoldus Isaac Zacharias Mononutu, dia lebih familiar dengan nama Arnold Mononutu.
Dia terkenal lantang bersuara dalam setiap forum. Persahabatannya dengan Mohammad Hatta sejak masih kuliah di belanda, membuatnya menjadi tokoh sentral perwakilan Indonesia Timur.
Baca: John Lie, Hantu Selat Malaka yang jadi Pahlawan Nasional
Arnold Mononutu memang pernah menjadi Ketua Parlemen Negara Indonesia Timur.
Pasca berlangsungnya Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda, Arnold mengganti nama Batavia menjadi Jakarta.
Pria kelahiran Sulawesi Utara 4 Desember 1896 ini kemudian menjabat Menteri Penerangan tiga periode.
Arnold Mononutu menjabat Menteri Penerangan dalam kabinet RIS menggantikan Mr. Sjamsuddin sejak tanggal 20 Desember 1949 hingga tanggal 6 September 1950.
Ketika kabinet Sukiman-Suwiryo, dia kembali menempati jabatan tersebut sejak 27 April 1951-3 April 1952.
Kemudian saat Wilopo menjabat sebagai perdana menteri, Arnold kembali menjabat Menteri penerangan tanggal 3 April 1952 -30 Juli 1953.
Arnold Mononutu kemudian menjadi anggota Majelis Konstituante (1956–1959) mewakili Partai nasional Indonesia (PNI), setelah selesai bertugas sebagai Dubes Indonesia pertama untuk RRC (1953–1955).
Meski begitu, Arnold Mononutu terkenal gigih memperjuangkan idealismenya meski tokoh Kristen waktu itu tergolong minoritas.
Hal itu terungkap Ahmad Syafii Maarif, seorang tokoh Muhammadiyah dalam sebuah tulisannya.
“Saya masih ingat betapa ia dengan gigih membela Pancasila sebagai dasar negara dalam Majelis Konstituante dalam tinjauan sudut ajaran Kristen, berhadapan dengan kelompok Islam yang mengusung Islam sebagai dasar negara,” tulis Maarif.
Maarif menjelaskan kegigihan Mononutu ketika menolak sekularisme dalam pendirian dasar negara Indonesia. (Baca halaman berikut)
“Arnold menolak jika Islam menjadi dasar negara. Dalam hal ini terdapat titik temu antara golongan Islam dan Kristen pada waktu itu,” tambahnya.
Idealisme Arnold juga terlihat dalam sebuah kisah ketika dia mendapat tekanan pejabat kolonial Belanda, saat dampak pergerakan Perhimpunan Indonesia (PI) mulai terlihat.
Mohammad Hatta dalam Memoir-nya (Jakarta: Yayasan Hatta, 2002, hal 172), melukiskan pemerintah penjajah Belanda yang cemas pengaruh PI semakin luas dan militan.
“Tahun 1925, pemerintah kolonial mengeluarkan ancaman agar mahasiswa yang belajar di Negeri Belanda tidak boleh mendapat kiriman belanja jika orang tuanya adalah pegawai di Hindia Belanda,” kata Hatta.
Ayah Mononutu yang masa itu menjadi komis di Manado, mendapat tekanan untuk tidak memberikan subsidi kepada Arnold jika masih menjadi anggota PI.
Sang ayah tak bisa berbuat banyak kecuali mematuhi perintah tersebut. Arnold mendapat permintaan mundur dari PI atau tak lagi mendapat uang kiriman dari Manado.
Arnold tak gentar, ancaman tersebut hanya menjadi angin lalu. Bagi Arnold PI sudah menyatu dengan jiwanya yang sejak lama ingin memerdekakan Indonesia.
Kejadian tersebut ternyata menjadi semangat bagi semua anggota PI. Itu merekatkan persaudaraan sesama mereka. Mereka patungan untuk menopang hidup Arnold semasa kuliah.
Kisah Arnold membuat pergerakan PI semakin kuat dan kelak menjadi motor kemerdekaan Indonesia. Kesetiaan dalam perjuangan, idealis, intelek dan keberaniannya menjadi nilai terbesar yang ditinggal Arnold Mononutu.
Gubernur Ali Sadikin yang waktu itu menjabat, menyatakan kekagumannya terhadap perjuangan Arnold Mononutu.
Nama Arnold Mononutu di tanah kelahirannya, Sulawesi Utara, abadi sebagai nama jalan di pusat kota Manado.
Terbaru, pada peringatan Hari Pahlawan 2020, Arnold diberikan gelar Pahlawan Nasional.
Nama: Arnoldus Isaac Zacharias Mononutu
Nama Populer: Arnold Mononutu
Lahir: 4 Desember 1896
Meninggal : 5 September 1983
November 2020, mendapatkan Gelar Pahlawan Nasional
Penulis: F. G. Tangkudung
Tidak ada komentar