Virtual Police Mulai Tindak Pengunggah Konten Negatif di Medsos

F. G. Tangkudung
26 Feb 2021 12:38
Berita 0 123
3 menit membaca

Kerja Virtual Police akan melibatkan sejumlah ahli di berbagai bidang seperti Ahli Pidana, Ahli Bahasa dan Ahli ITE.

Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri), Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo langsung gaspol mewujudkan program prioritasnya.

Polri resmi meluncurkan Virtual Police atau polisi di dunia maya. Hal ini  sejalan dengan 16 Program Prioritas Kapolri.

Baca; Jangan Kaget Dapat Surat, Kini Polda Sulut Tilang Elektronik

Dalam poin lima,  ada Pemantapan Kinerja Pemeliharaan Kamtibmas, termasuk di dunia maya atau media sosial. Tujuannya jelas, Polisi ingin menjaga Kamtibmas di ruang digital supaya bersih, sehat dan produktif.

Virtual Police akan memberikan edukasi kepada masyarakat tentang konten negatif yang berpotensi melanggar tindak pidana.

Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono menjelaskan, kehadiran program ini akan membantu masyarakat mengkategorikan unggahan yang tidak baik.

“Virtual Police nantinya akan memberikan pendidikan dan pemberitahuan soal unggahan di media sosial. Akan ada pemberitahuan kepada pengguna jika postingan melanggar pidana,” kata Yuwono, di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (24/2/2021).

Lanjut dia, kerja virtual police akan melibatkan sejumlah ahli di berbagai bidang seperti Ahli Pidana, Ahli Bahasa dan Ahli ITE.

Banyaknya kontroversi penerapan penegakan hukum soal postingan di medsos, membuat Virtual Police kali ini lebih selektif dan humanis.

“Tujuannya untuk mengurangi hoax atau post truth yang ada di dunia maya. Masyarakat dapat terkoreksi, apabila membuat tulisan dan gambar yang dapat membuat orang lain terhina atau keberatan yang berujung saling lapor,” katanya.

Dia lantas menjelaskan proses dan alur kerja polisi dalam mengawasi konten di dunia maya.

“Jika ada unggahan negatif yang punya potensi melanggar pidana, petugas nantinya akan mendokumentasikan konten tersebut. Kemudian petugas akan meneruskan kepada gabungan ahli untuk pengkajian mendalam,” jelasnya.

Jika Ahli Pidana, Ahli Bahasa dan Ahli ITE menyimpulkan unggahan tersebut adalah pelanggaran pidana, proses akan berlanjut ke Direktur Siber.

“Pejabat Siber akan memberikan pengesahan kepada Virtual Police untuk memberikan alert. Peringatan ini kemudian terkirim ke akun yang bersangkutan secara resmi,” urainya.

Dia menegaskan, peringatan terkirim via pesan pribadi, agar pengguna tidak merasa risih atau terhina dengan peringatan tersebut.

Pengguna akan mendapat anjuran untuk menghapus unggahan tersebut. Jika pengunggah tidak menghapus kontennya, peringatan dari virtual police akan terus masuk.

“Selanjutnya, jika pihak yang berkeberatan melapor polisi karena unggahan tersebut belum terhapus, akan ada pemanggilan kepada pengunggah,” jelasnya.

Dia juga mengatakan, polisi tetap berusaha memfasilitasi dua belah pihak tersebut untuk jalan damai.

“Jika tak ada solusi akan ada penegakan hukum, langkah terakhir,” tegasnya.

Dia pun menepis kekhawatiran publik soal pengekangan kebebasan berpendapat terkait kehadiran virtual police.

Sejak resmi meluncur, program ini kata dia, sudah memberikan teguran dan peringatan kepada sejumlah akun media sosial yang mengunggah konten potensi pidana.

Sekadar informasi, Kapolri sudah menerbitkan dua pedoman bagi penyidik kepolisian agar menjadikan proses penegakan hukum sebagai alternatif terakhir dalam perkara UU ITE.

Surat Edaran dan Telegram itu menjelaskan runutan cara bagi penyidik Polri.

Kabareskrim Polri, Komjen Pol Agus Andrianto bahkan tegas berjanji memberikan hukuman bagi penyidik yang melanggar acuan dan pedoman tersebut.

“Ini untuk mencegah bias dan subjektivitas penyidik ketika menerima laporan perkara ITE,” tegasnya. (riz)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *