Tutus Setiawan Lentera Para Tunanetra, Pembuka Asa Sesama

Tutus Setiawan Lentera Para Tunanetra, Pembuka Asa Sesama

Tutus Setiawan menjadi Lentera Para Tunanetra, Pembuka Asa Sesama. Pahlawan Kemanusiaan Sejati.

==

Sekelompok penyandang tunanetra Surabaya, Jawa Timur tampak serius mengikuti pelatihan trading saham dari Bursa Efek Indonesia (BEI). Terpancar jelas antusias dan asa baru dari raut wajah mereka.

Kini, mereka optimis menggantungkan cita setinggi bintang antares. Tak lagi menyerah atau berpasrah, sekadar menjadi tukang pijat atau penjual keripik.

Ada satu sosok panutan sekaligus guru yang memberikan harapan tinggi, jadi lentera dalam kegelapan. Namanya Tutus Setiawan (42).

Tutus juga adalah penyandang tunanetra yang sempat terpuruk, putus asa, dan tak terima dengan keadaan. Dia terlahir normal. Namun, kecelakaan yang berujung benturan kepala saat Sekolah Dasar, membuat penglihatannya terganggu dan akhirnya hilang.

Secara medis, Tutus mengalami Ablasi retina, yakni terlepasnya retina dari bagian belakang mata yang menyebabkan kebutaan permanen.

Sejak itu, Teman-teman sepermainan mengucilkan Tutus. Dunianya gelap lahir dan batin. Dia mengurung diri dalam  depresi dan air mata. Keluarganya sudah berusaha, pengobatan kemana-mana, namun Sang Ilahi punya rencana.

Semangat Tutus perlahan bangkit ketika masuk SDLB YPAS Surabaya. Dia tersadar, ternyata banyak teman senasib dengannya. Sejak itu, dia bertekad, menjadi lentera untuk sesama.

Kini Tutus Setiawan menyandang gelar S2 dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa).

Lelaki kelahiran 6 September 1980 ini tercatat sebagai guru di SLB YPAC Surabaya, sekolah yang pernah mengangkatnya dari jurang depresi.

Satu hal luar biasa, Tutus menyelesaikan pendidikan formal di sekolah normal, SMA Bhayangkari 2 Surabaya, meski dengan syarat. Jika tak mampu harus mencari sekolah lain.

Hasilnya, sampai kelas tiga Tutus justru tak pernah terlempar dari tiga besar. Bahkan mendapatkan beasiswa ke jenjang universitas. Keramahan dan supel jadi modal Tutus menarik simpati teman-teman dan gurunya. Mereka selalu membantu Tutus untuk membacakan materi pelajaran.

Sekarang Tutus menjadi mentor sekaligus perangkul seluruh penyandang tunanetra Surabaya bahkan Indonesia. Dia berbagi semangat, motivasi dan ilmu untuk mereka. Tak perlu putus asa atau menyerah. Ada rencana indah dari Tuhan, di balik semua ini.

Pada saat Tutus berusia 23 tahun atau semester akhir kuliahnya, dia bersama empat rekan sesama penyandang tunanetra, membentuk Lembaga Pemberdayaan Tunanetra (LPT) Surabaya.

Mereka adalah Atung Yunarto, Sugi Hermanto, Tantri Maharani dan  Yoto Pribadi. Tujuannya berbagi kepada sesama tunanetra sekaligus memberikan edukasi kepada publik, jika tunanetra bukan beban dalam masyarakat.

“Tak perlu mengasihan kami, tapi akui kami. Kami bukan minta uang, tapi kami minta kesempatan sama layaknya orang normal ,” begitu kalimat Tutus

LPT Terus berkembang, mendapat banyak dukungan. Tiga program utama yaitu memberikan pendidikan dan latihan, advokasi serta riset.

Pertama misi Tutus Cs, menghapus stigma tunanetra hanya akan menjadi tukang pijat dan penjual keripik.

“Kami juga bisa mengajar, bermain musik, atau yang lainnya,” katanya.  

Pelatihan di PLT juga mengikuti perkembangan zaman dan teknologi. Bukan sekadar huruf braille tapi meluas ke aspek digital mulai penggunaan komputer, pelatihan trading, hingga digital marketing.

Pun, pelatihan jurnalistik, operator telepon dan berbagai profesi berorientasi kemandirian.

PLT juga terus mengadvokasi dan melakukan pendampingan kepada para penyandang tunanetra yang kerap mendapat diskriminasi.

Mulai dari masuk sekolah, lingkungan pekerjaan atau mendapat pelayanan publik. PLT bermitra dengan sejumlah LSM yang peduli terhadap keberadaan tunanetra seperti Mitra Netra.

Riset PLT juga menjadi masukan pemerintah untuk menambah fasilitas ramah panyandang disabilitas, terutama penyandang tunanetra.

Tutus Setiawan Lentera Para Tunanetra, Pembuka Asa Sesama

Teranyar, Tutus berhasil mewadahi komunitas penyandang tunanetra Surabaya lewat Radio Braille Surabaya. Tutus menjadi pemimpin Redaksinya.

Mereka saling berbagi cerita suka duka, termasuk ilmu dan pengalaman. Bukan hanya penyandang tunanetra, tapi penyandang disabilitas lain.

Radio itu resmi berdiri tepat saat Hari Disabilitas Internasional, Sabtu, (3/12/2022). Kini bisa mengaksesnya lewat kanal Youtube Radio Braille Surabaya atau platform radio on demand.

“Media ini adalah corong, pena kami menyampaikan suara ke masyarakat atau pemerintah,” tegasnya.

Seperti ayunan cemeti, Tutus menyindir pemerintah, masyarakat bahkan media massa yang kerap melupakan para penyandang disabilitas.

Tutus memang Lentera Para Tunanetra, Pembuka Asa Sesama. Atas jasa dan kontribusinya, Tahun 2015, Tutus menerima Apresiasi SATU Indonesia Awards, Kategori Pendidikan dari Astra Indonesia.

Tutus jadi satu dari lima terbaik di antara 2.071 pendaftar Astra SATU Indonesia Awards.

Berkat Tutus dan kawan-kawan, kini Surabaya menjadi Kota paling ramah disabilitas di Indonesia. Tercatat sudah ada juga 52 SD, 20 SMP serta 4 SMA inklusif di Kota Pahlawan tersebut.

Baca: Adis, Semerbak Sedari Belia hingga Senjakala

Tutus menyadarkan publik, keterbatasan netra ternyata bukan penghalang memberi karya. Semua hanya tentang kesempatan, bukan menutup diri apalagi menghakimi.

Tutus Setiawan menjadi Lentera Para Tunanetra, Pembuka Asa Sesama. Pahlawan Kemanusiaan Sejati. (fgt)

Tutus Setiawan Lentera Para Tunanetra, Pembuka Asa Sesama

More From Author

Messi, Pemain Terbaik FIFA dan Balon d’Or ke-8

Messi, Pemain Terbaik FIFA dan Ballon d’Or ke-8

Pele Meninggal Dunia

Pele Meninggal Dunia