Tragedi Kanjuruhan menjadi kabar menyedihkan saat Indonesia memperingati Hari Kesaktian Pancasila, (1/10/2022).
130 orang meninggal dunia dan puluhan masih kritis. Hal ini berawal dari pertandingan Arema FC kalah Vs Persebaya Surabaya pada lanjutan Liga 1 2022 di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10/2022).
Hasilnya tuan rumah Arema Malang kalah 2-3 dalam laga Derby Jatim itu. Suporter tuan rumah yang tak terima tim kesayangannya kalah, langsung turun ke lapangan usai pertandingan berakhir.
Pihak keamanan yang coba mengendalikan situasi, melepaskan tembakan gas air mata. Kekacauan yang tejadi membuat para penonton coba menyelamatkan diri. Namun, tumpukan massa terjadi di pintu keluar. Akibatnya, Banyak yang sesak nafas bahkan terinjak.
Sebuah dilema memang. Dalam Peraturan Kemanan dan Keselamatan Stadion FIFA, pasal 19 huruf b jelas tertera, larangan penggunaan senjata api atau gas untuk mengendalikan massa.
‘No fire arms or crowd control gas shall be carried or used’
Hal lainnya, panitia pelaksana yang berani menggelar pertandingan dengan penonton berjumlah 40ribu orang. Meski izin keamanan hanya untuk kurang lebih 25ribu tiket.
Beredar juga surat dari kepolisian yang meminta pertandingan ke pukul 15.30 Wib dengan pertimbangan keamanan. Nyatanya, Panpel tetap menggelar pertandingan pukul 20.00 Wib.
Tragedi ini menunjukkan kesalahan sepakbola Indonesia selalu sama. Tak pernah belajar dari kejadian sebelumnya.
Pada turnamen Piala Presiden, 2 bobotoh juga meninggal dunia di Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA), di Bandung. Penyebabnya, penonton yang berdesak-desakan.
Korban Tragedi Kanjuruhan bahkan melebihi tragedi Hillsborough di Inggris pada 15 April 1989.
Kala itu, Liverpool melawan Nottingham Forest dalam laga semifinal Piala FA di Hillsborough Stadium. Penonton yang masuk hingga ke lapangan saat pertandingan membuat 96 pendukung Liverpool meninggal dunia.
Ada juga tragedi Akra di Ghana, 9 Mei 2001. Waktu itu 126 orang tewas di Ohne Djan Sorts Stadium. Kejadian ini mirip dengan tragedi Kanjuruhan. Penonton berebutan ke pintu keluar saat tejadi kerusuhan.
Cukup. Hentikan liga sepakbola Indonesia, sampai semuanya berbenah. Sayang memang, ini harus terjadi saat euphoria kebangkitan sepakbola Indonesia di tangan pelatih Shin Tae-Yong.
Tragedi Kanjuruhan sudah jelas akan membawa sanksi untuk Indonesia. Termasuk kemungkinan batalnya Piala Dunia U-20 tahun 2023.
Baca juga: Bukti Solidaritas Sepakbola untuk Duka Chapecoense
Baca juga: Gas Air Mata, Bikin Buta dan Sulit Napas
Pun begitu, kejadian ini punya konsekwensi pidana. Usut semua penyebab kerusuhan yang berujung kematian ratusan orang. Mulai dari Panpel, suporter hingga polisi. Tak ada Sepakbola Seharga Nyawa.
Turut Berduka Cita Sedalam-dalamnya. (fgt)