Terbaik Sepanjang Masa, Pele atau Maradona?

F. G. Tangkudung
31 Okt 2020 14:24
Sport 0 472
5 menit membaca

Perdebatan mengenai siapa pesepakbola terbaik antara Pele dan Maradona hingga saat ini masih terus diperdebatkan.

Edson Arantes Do Nascimento atau Pele adalah pesepakbola Brazil yang tampil di empat piala dunia (1958, 1962, 1966 dan 1970) dan meraih tiga gelar piala dunia (1958,1962, 1970).

Maradona juga tampil di empat piala Dunia (1982, 1986, 1990 dan 1994) dan meraih satu gelar piala dunia (1986).

Dari jumlah trofi piala dunia jelas Maradona harus mengakui kehebatan Pele. Untuk urusan gol di piala dunia, juga Maradona harus mengakui kehebatan Pele dengan 12 golnya.

Apakah Maradona memang kalah dari Pele? Banyak publik sepakbola memang mengakui Pele sebagai pemain besar.

Sejak kemunculannya di piala dunia sebagai bocah ajaib, Pele terus menunjukkan kebintangannya.

Namun publik juga harus melihat catatan sejarah, dalam tiga gelar piala dunia yang diraih Pele, Pele bukan satu-satunya aktor utama.

Di piala dunia 1958 Publik melupakan peran Mario Zagalo, Garincha, Didi dan Vava.

Mereka bahkan menilai Garinchalah kunci sukses di piala dunia 1958. Memang harus diakui, Pele hadir sebagai the rising star untuk mendampingi Vava.

Di tahun 1962, justru lebih mudah menilainya. Pele hanya sekali bermain karena cedera yang dialaminya saat bertemu Mexico. Garinchalah yang mengambil berat Brazil di pundaknya kemudian membawa Brazil Juara dunia.

Si burung kecil itu selalu tampil eksplosif dengan kemampuan berlari dan dribelnya. Dia bahkan memperkenalkan tendangan pisang dalam dunia sepak bola. Garincha juga menjadi eksekutor bola mati Brazil saat merebut dua piala dunia tersebut.

Tahun 1970, Pele menjadi kapten tim Brazil, namun saat itu tim sudah dipenuhi banyak pemain bintang. Tim Brazil waktu itu bahkan disebut sebagai tim terbaik sepanjang sejarah.

Waktu itu Brazil memiliki Carlos Alberto Pareira, GErson, Rivelino, Clodoaldo, Jairzinho dan Tostao. Tim sekelas Italia pun mereka hancurkan 4-1 di partai Final.

Bagaimana dengan Maradona? Di piala dunia 1982, dia masih terlalu muda untuk menanggung beban berat yang disandangkan ke pundaknya untuk menggantikan peran Mario Kempes.

Maradona bahkan mendapat kartu merah saat terpancing emosinya dan melakukan tendangan ke lawannya.

Namun pada 1986, semua publik sepakbola sepakat Maradona menjadi aktor tunggal saat membawa Argentina menjuarai piala dunia.

Dua gol di babak perempat final melawan Inggris serta satu gol saat bertemu Belgia menunjukkan bahwa bakatnya memang luar biasa.

Saat melawan Inggris, dia melewati beberapa pemain dari tengah lapangan sebelum menceploskan gol ke Gawang Inggris.

Gol maradona ini bahkan menjadi gol terbaik sepanjang abad 20 pilihan FIFA.

Gol kedua dengan lawan yang sama adalah ketika Maradona mencetak gol dengan kepalan tangannya, yang tidak terlihat oleh wasit. Oleh Maradona gol ini disebut sebagai “Gol Tangan Tuhan”.

Kehebatan Maradona bahkan diabadikan lewat patung yang didirikan di depan stadion Aztec, Meksiko untuk mengenang kehebatan Maradona di piala dunia 1986.

Tahun 1990, Maradona kembali menunjukkan sihirnya hingga membawa Argentina ke partai puncak.

Sayang, strategi brilian Franz Beckenbauer yang menugaskan Buchwald terus ‘memeluk’ Maradona sepanjang pertandingan, membuat tangis Maradona meledak di Stadion Olimpico Roma.

Tahun 1994, Maradona kembali sempat menunjukkan kehebatannya di dua partai awal, sayang dia tertangkap basah menggunakan obat terlarang dan diusir dari turnamen empat tahunan itu. Argentina akhirnya tak bisa lolos dari putaran pertama.

Di level klub, Maradona juga diakui karena seperti seorang diri membawa Napoli menembus kedigdayaan raksasa Seri A kala itu.

Ada dua Milan, Inter Milan dengan trio Jermannya (Brehme, Klinsmann dan Matthaus) dan AC Milan dengan trio Belandanya (Gullit, Rijkaard, Basten).

Maradona membawa Napoli dua kali meraih gelar Serie A. Itulah mengapa Maradona dianggap dewa di Kota Napoli.

Sayang, Pele tak bisa menunjukkan kehebatannya di Eropa karena sewaktu itu pemerintah Brazil tidak memperbolehkan Pele bermain ke luar Brazil sebab dianggap sebagai aset berharga negara Brazil.

Membandingkan Pele dan Maradona sebenarnya tidak bijaksana karena keduanya berada di masa yang berbeda.

Keduanya adalah keajaiban dunia sepak bola di masanya. Bumbu yang diciptakan para pembanding justru membuat hubungan keduanya tidak harmonis.

Maradona bahkan tidak mau menerima jika dirinya disejajarkan dalam pemain terbaik sepanjang masa bersama Pele oleh FIFA.

Baginya dirinya adalah yang terbaik, dan baginya pemain terbaik dan terbesar hanya satu, Maradona.

Ketika itu FIFA memberikan gelar pemain terbaik kepada Pele lewat pemilihan kedua yang dilakukan Football Family.

Padahal sebelumnya, Maradona sudah terpilih sebagai pemain terbaik Abad pilihan fans pada tahun 2000 melalui polling di internet.

Saat itu Maradona meraih 53,6 persen suara sedangkan Pele jauh tertinggal di 18,5 persen.

“Saya memenangkan Pemain Terbaik Abad ini dan terima kasih kepada publik dunia sedangkan Pele hanya ada di tempat kedua,” kata Maradona

“Di Brasil pun, Pele hanya ada di nomor urut kedua dalam hal Atlet Terbaik Brasil sepanjang masa di bawah Ayrton Senna. Jadi gelar yang diberikan FIFA kepada Pele sama sekali tak berarti,” begitu kata kapten Argentina itu.

Satu kesalahan sejarah adalah ketika kedua pemain tersebut tak pernah meraih Ballon d’Or atau pemain terbaik FIFA.

Penghargaan Ballon D’Or waktu itu hanya diperuntukkan untuk pemain yang berasal dari Eropa. Sedangkan Penghargaan pemain terbaik FIFA baru mulai digelar tahun 1991.

Tahun 2014, Pele dianugerahi Ballon d’Or Prix d’ Honneur atau penghargaan kehormatan pemain terbaik. Namun justru itu lebih memantik kerenggangan antara kedua pemain itu.

“Pele menerima Ballon d’Or lebih dulu dari saya? Saya menerima penghargaan di Paris (tahun 1996). Jadi menganggap Pele yang pertama menerima penghargaan sebelum saya adalah kekeliruan besar,” begitu komentar si Boncel usai Pele mendapat kehormatan tersebut.

Memang perdebatan itu tak akan pernah berakhir di kalangan pecinta sepakbola, terlebih buat publik Argentina dan Brazil. Terlepas dari perdebatan itu, kedua pemain itu adalah pemain besar dan memberikan keindahan untuk sepak bola.

Mereka berdua selalu membuat sepak bola lebih indah dengan aksi, trik dan kehebatan yang mereka miliki. Biarlah mereka berdua selalu dicintai di hati para pengagumnya masing-masing.

Sepakbola tetap mengakui keduanya adalah pemain terbesar yang pernah dilahirkan untuk sepakbola.

Penulis: Bang Kipot

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *