SP3 Rizieq, Jangan Ragukan Perhitungan Tito

F. G. Tangkudung
18 Jun 2018 00:57
Opini 0 11775
4 menit membaca

Pihak Kepolisian Republik Indonesia akhirnya mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap kasus chat mesra Rizieq Shihab dan Firza Husein.

Hal itu menyusul SP3 sebelumnya terhadap Rizieq Shihab atas kasus dugaan penodaan pancasila pada Februari silam.

Keluarnya dua SP3 terhadap Rizieq Shihab mendapat dua respon bertolak belakang dari dua pihak yang selama ini berseberangan.

Bagi para pendukung Rizieq Shihab, keputusan tersebut disambut gembira dan rasa syukur. Mereka membenarkan selama ini kasus tersebut hanya dipaksakan jika tak ingin disebut hasil rekayasa.

Namun, bagi mereka yang selama ini kurang simpati dengan Rizieq Shihab dan tindak tanduk Front Pembela Islam (FPI), hal itu disambut dengan kemarahan dan kekecewaan.

Mereka berpendapat, hukum Indonesia telah mati karena polisi tunduk dengan intervensi kelompok massa. Polisi dianggap takut mengambil tindakan tegas terhadap tokoh FPI yang telah setahun buron.

Pihak kepolisian sudah memberikan penjelasan di balik keputusan tersebut. Versi polisi, mereka kesulitan menghadirkan pengunggah pertama kali isi percakapan tersebut ke dunia maya. Meski begitu, polisi juga tak menutup sepenuhnya kasus ini jika bukti baru kembali ditemukan.

Keputusan tersebut jelas menjadi buah simalakama bagi pihak kepolisian. Mengeluarkan SP3 sangat disadari jajaran tribrata akan riskan membelah masyarakat.

Sejak keputusan tersebut dikonfirmasi pihak kepolisian, sejumlah ungkapan kekecewaan dan kemarahan masyarakat sudah bertebaran di media sosial. Parahnya, hal tersebut langsung direspon kelompok pendukung Rizieq Shihab yang makin membuat suasana panas.

Sebenarnya, keputusan tersebut harus disikapi dengan kepala dingin. Hal itu harus dinilai sebagai langkah yang sudah melalui perhitungan dan pertimbangan yang sangat matang.

Apalagi pucuk tertinggi pemegang komando pihak kepolisian adalah seorang Tito Karnavian, Kapolri yang dikenal memiliki otak cerdas dan pemikiran brilian.

Tito Karnavian dikenal mempunyai latar pendidikan hebat dan kumpulan prestasi luar biasa. Melompati tiga angkatan, Tito mematahkan patron rutin selama ini jika jabatan TB1 merupakan warisan hierarki. Tito tak tertahankan menjabat Kapolri karena memiliki pengalaman lengkap.

Sejak terpilih Juli 2016, sejumlah strategi dan perhitungan Tito terbukti sangat mumpuni. Jika bukan Tito di posisi tersebut, bangsa ini mungkin sudah mengalami masa kelam pasca 1998.

Tito bahkan dianggap sebagai penasihat Presiden Jokowi dalam mengambil sejumlah langkah taktis.

Belum hilang di ingatan publik, ketika jelang Ramadan, Tito yang saat itu sedang bertugas di luar negeri, memberikan komando online untuk memukul aksi teroris di Mako Brimob.

Setelah itu, aksi silent operation Polri dengan sigap menciduk satu persatu pelaku teroris. Meski begitu, Tito sadar tindakannya harus berlandaskan keadilan dan hukum.

Itulah sebabnya, Tito mendesak agar RUU anti teroris segera dirampungkan agar tindakan Polri mempunyai kekuatan hukum dan tidak disalahkan di kemudian hari.

Bukan hanya itu, tahun 2017 Tito berhasil meredam situasi genting saat demo tiga angka terhadap Basuki Tjahaya Purnama menyerempet Presiden Joko Widodo dan istana.

Tito tak sungkan berbaur dan masuk ke kelompok massa untuk membuktikan Polri adalah milik semua rakyat Indonesia.

Kini SP3 Rizieq Shihab mulai memantik kekecewaan di sejumlah daerah. Tapi Tito Karnavian pasti sudah memperhitungkan hal tersebut.

Pengalamannya yang pernah menjabat Kapolda Papua, membuat Tito mafhum sepenuhnya arti keberagaman dan Bhineka Tunggal Ika.

Mantan Kepala BNPT itu juga pasti paham, jumlah umat Islam yang tidak setuju isu agama dibawa dalam politik jauh mayoritas dibanding jumlah tujuh juta hasil rekaan.

Pemegang magna cum laude gelar Ph.D Nanyang Technological University Singapore itu jelas tak mungkin membuat blunder untuk institusinya.

Bisa jadi keputusan itu adalah yang terbaik jelang tahapan Pilpres 2019. Isu kriminalisasi ulama yang terus dihembuskan dan dibenturkan dengan pemerintah kini tak lagi punya legalitas.

Kini publik tak harus kecewa dengan kinerja Polri melihat apa yang selama ini dilakukan di bawah komando Tito Karnavian.

Ada hal yang harus disadari, kadang strategi belakang layar jauh lebih rumit di balik yang tampak di permukaan. Tak semua hal harus dijelaskan gamblang ke masyarakat dengan alasan keamanan.

Selain dua perkara yang kini sudah SP3, Rizieq masih memiliki delapan laporan polisi yang mungkin bisa menyeretnya kembali berurusan dengan hukum.

Percayalah, Polri adalah institusi negara yang disumpah untuk menjaga kepentingan masyarakat yang jauh lebih besar menurut undang undang dan rasa keadilan.

Jika Polri tak lagi dipercaya, kemanakah masyarakat Indonesia harus berharap?

Penulis: Efge Tangkudung

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *