Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) resmi menetapkan tiga pasang calon presiden dan calon wakil presiden, Senin (13/11/2023) di Jakarta. Jelang hari pemilihan, menarik menunggu siapa yang bakal melaju ke putaran II, kontestasi pemilihan presiden dan wakil presiden RI periode 2024-2029.
Tiga pasang calon presiden dan wakil presiden segera mendapatkan nomor urut dan akan memasuki masa kampanye 75 hari sejak 28 November hingga 10 Februari.
Lantas, siapa dua dari tiga pasang yang bakal masuk babak final atau berpeluang paling besar menjadi pucuk eksekutif RI 2024-2029?
Mari kita bahas lebih dalam segala kemungkinan yang mungkin bakal terjadi.
Melihat hasil beberapa lembaga survei terbaru, tampaknya pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Wakabuming Raka kini memimpin perolehan suara jika Pemilu berlangsung sekarang.
Kekuatan pasangan ini adalah kombinasi dari Jokowi dan Prabowo. Wajar saja, bersatunya para simpatisan Prabowo Subianto plus loyalis Jokowi sejak 2014, membuat suara pasangan Prabowo-Gibran cukup signifikan.
Hal ini belum ditambah dengan ‘pengaruh’ Jokowi sebagai kepala Pemerintahan di 38 provinsi. Apalagi sebagian besar Penjabat (pj) gubernur merupakan pilihan Jokowi.
Kelemahan terbesar pasangan ini tentu saja adalah hantaman isu negatif pasca putusan MK dari sebagian besar masyarakat plus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Terpaan angin ini tentu saja akan makin menguat menjadi badai jelang hari H. tampilnya PDIP sebagai musuh nomor satu Jokowi jelas bakal menjadi ancaman serius. Perlahan akumulasi isu negatif bakal mereduksi sinifikannya suara pasangan ini.
Jumlah pemilih Prabowo di Jawa Barat dan Jawa Timur tampaknya perlahan tapi pasti akan menurun secara signifikan.
Netizen di era keterbukaan media sosial saat ini, juga bakal menjadi pengawas sebenarnya jika isu ketidaknetralan institusi negara itu benar terjadi. Jangan salah juga, di semua institusi tentu saja semua pasangan calon yang bertanding punya simpatisan masing-masing.
Hampir pasti, target menang satu putaran tak akan tercapai. Pertandingan harus berlanjut ke putaran II. Pun juga, Suara pasangan ini relatif sangat tidak stabil. Pemilihnya begitu riskan meloncat.
Beralih ke pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Pasangan ini tentu saja memiliki kekuatan kombinasi antara populernya Ganjar, militannya kader PDIP plus simpatisan Mahfud MD sebagai tokoh yang jujur dan sederhana.
Jangan lupa juga, sebagai pemenang Pemilu 2019, PDIP banyak menempatkan kadernya sebagai petugas partai di sebagian besar daerah di Indonesia. Mulai dari Gubernur hingga bupati/walikota.
Hanya saja, tidak sejalannya pandangan politik antara Jokowi dan Megawati Soekarnoputri saat ini, membuat PDIP terlihat limbung. Tak bisa terbantahkan, dari dua pesta demokrasi 2014 dan 2019 di benak publik, PDIP dan Jokowi adalah dua hal yang tak terpisahkan.
Kini PDIP berusaha kembali berdiri tanpa Jokowi yang selama ini sudah menjadi ikon PDIP. Kelemahan terbesar pasangan ini tentu saja ketika kantong suara di Jawa Tengah yang pada 2019 meraup 70 persen suara, kini harus merosot.
Dengan pemilih kurang lebih 30 juta suara di Jawa Tengah, PDIP harus sebisa mungkin mempertahankan kantong terbesarnya tersebut. Minimal masih bisa merebut lebih dari 50 persen. Namun, lagi-lagi faktor Gibran dan Jokowi akan menjadi ujian sebenarnya PDIP.
Kini, pasangan yang selalu menempati juru kunci, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar. Perlahan namun pasti, suara pasangan ini mulai menanjak. Meski masa kampanye belum dimulai, pasangan ini sudah berhasil mencuri suara yang cukup signifikan di Jawa Barat dan Jawa Timur.
Kekuatan utama pasangan ini adalah satu-satunya pasangan yang mengusung tema perubahan. Bahkan, Gus Imin-bagian dari koalisi Jokowi di 2019- yang sebelumnya kurang setuju, kini mulai pede mengampanyekan perubahan dalam setiap pengumpulan massa.
Satu lagi, kekuatan besar pasangan Amin ini adalah tingginya strong voters dibanding dua pasangan pesaingnya.
Artinya, mereka yang sudah menetapkan pilihan kepada pasangan ini, sudah tidak mungkin lagi mengubah pilihannya. Hal ini sangat besar pengaruhnya jika pemilih hanya di kisaran 60 persen. Belum lagi pasca debat nantinya.
Pada akhirnya, siapa yang bakal melaju ke putaran II, tampaknya masih bergantung pada hari-hari jelang 14 Februari 2024. Apalagi jika terjadi tsunami politik, persis jelang Pilkada DKI Jakarta 2017.
Menarik juga melihat konstelasi dari minggu ke minggu suara di Jawa Timu, Jawa Barat dan Jawa Tengah. Tapi jangan lupakan juga DKI Jakarta, Banten, Sumut, Sumsel, Lampung dan Sulsel.
Baca: Kotak Pandora Dunia Tipu-tipu
Melihat kondisi terkini, tampaknya Prabowo-Gibran akan berduel dengan Ganjar-Mahfud di putaran II. Namun, jika pemilih hanya di kisaran 60-70 persen, bukan tidak mungkin Prabowo-Gibran bakal berduel dengan Anies-Imin di putaran final. Biar waktu yang menjawab. (fgt)