Sejarah Bogani, Tokoh Paripurna Pemimpin Bolmong

F. G. Tangkudung
29 Mar 2023 23:28
Manadopedia 0 4053
3 menit membaca

Nama Bogani begitu identik dengan dengan suku Bolaang Mongondow di Sulawesi Utara.  Namun sayang, kini generasi muda tak lagi mengetahui nila-nilai yang berkaitan dengan sejarah bogani tersebut.

Ketokohan Bogani menjadi kebanggaan masyarakat  yang mendiami bagian barat Provinsi Nyiur Melambai ini. Bahkan, untuk mengabadikan kehebatan sosok Bogani, pemerintah daerah mendirikan patung di pertigaan Kotabangon, Kecamatan Kotamobagu Timur, Kotamobagu.

Baca: Kaidipang, Kerajaan Kaya yang Disegani VOC

Bogani sebenarnya merupakan sebutan untuk pemimpin sebuah perkumpulan masyarakat. Saat itu, masyarakat memang masih hidup berkelompok-kelompok.

Seorang Bogani merupakan sosok terpilih  untuk melindungi rakyatnya. Tak sembarangan orang bisa jadi Bogani, ada beberapa syarat yang harus terpenuhi untuk menjadi pemimpin.

Seorang Bogani harus memiliki kriteria paripurna seorang pemimpin rakyat yakni, Mokodotol (patriot), Mokorakup (mengayomi), Mokodia (amanah), dan Mokoanga (simpatik).

Perkataan dan perbuatan seorang Bogani selalu selaras dan sejalan. Dia selalu mendapat hormat rakyatnya karena kepandaian, karisma dan kebijaksanaannya.

“Prinsip seorang pemimpin juga adalah tampangan dodot yang berarti siap mati lebih dulu sebelum rakyatnya,” jelasnya

Beberapa sejarah bogani yang terkenal di Bolmong diantaranya Paloko, Ki Bagat, Inde Indou, Inde Dikit, Dugian, Dondo, Ponamboian, Pongayow, Lingkit, dan Mogedag.

Konon katanya, Bogani memiliki badan tinggi besar dan memiliki kesaktian luar biasa seperti bisa menghilang.

Pada tahun 1200-an, para Bogani yang ada di beberapa wilayah kemudian bersatu dan bersepakat membentuk satu pemerintahan kerajaan yang bernama Kerajaan Bolaang.

Nama tersebut berasal dari kata Bolangon (lautan) yang mendeskripsikan kerajaan ini sebagai kerajaan maritim. Dari catatan sejarah, saat itu Mokodoludut menjadi raja pertama Kerajaan Bolaang.

Pada pertengahan abad XVIII, ketika bertikai dengan Belanda, nama kerajaan mendapat tambahan unsur primordialisme untuk meningkatkan semangat perjuangan, menjadi Kerajaan Bolaang Mongondow.

Sejumlah raja silih berganti memimpin Kerajaan Bolaang Mongondow, hingga sitem kerajaan ini resmi berakhir tahun 1950. Saat itu, Raja Manoppo pada tanggal 1 Juli 1950 mengundurkan diri dan menyatakan bergabung dengan Indonesia.

Bolaang Mongondow kemudian menjadi sebuah kabupaten yang berada di bawah pemerintahan Provinsi Sulawesi Utara.

Kabupaten Bolaang Mongondow kemudian mekar menjadi lima kabupaten/kota yakni, Kabupaten Bolaang Mongondow, Kota Kotamobagu, Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan dan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur.

Kini, sejarah Bogani bisa terlihat dari patung dan makam-makam yang terbilang tak terawat. Patung Bogani yang terletak di Kota Kotamobagu merupakan karya Alexander Bastian Wetik, tahun 1974.

Namun ada informasi lain pembuatnya adalah Tawakal Mokodompit atau yang dulu lebih populer dengan panggilan ‘Pak Moko’. Alex Wetik dan Tawakal Mokodompit memang saat itu terkenal sebagai pematung kesohor di Sulawesi Utara.

Mereka berdua adalah dosen seni rupa di IKIP Manado (kini menjadi Universitas Negeri Manado/UNIMA). Hampir seluruh patung yang berdiri di Sulut merupakan karya keduanya.

Sebut saja patung Sam Ratulangi, patung Imam Bonjol, patung Wolter Monginsidi, Patung Korengkeng, Patung Worang, Patung Lengkong Wuaya dan masih banyak lagi.

“Patung Bogani di Kota Kotamobagu adalah karya ayah saya. Jika ada pihak lain yang mengklaim, mungkin mereka keliru,” ujar Grace Wetik, anak Alex Wetik.

Dosen Seni Rupa UNIMA, Arie Tulus juga bertutur hal yang sama. Menurutnya, Patung tersebut berdiri tahun 1974 oleh Alexander Wetik, dengan bantuan oleh Amir Lahabu.

“Mungkin saat itu, karena pak Moko sering ke lokasi pembuatan sehingga terlihat sebagai pembuat patung. Pak Tawakal dan pak Alexander adalah dosen kami, jadi kami tahu karya mereka. Karya terkenal pak Moko adalah patung Batalyon Worang di Pasar 45 Manado. Pekerjaan patung Worang juga mendapat bantuan oleh Amir Lahabu,” katanya.

Sosok pemimpin yang menjadi subjek dalam patung tersebut mungkin adalah Bogani Paloko. Dia memimpin kelompok yang bermukim di aliran sungai, wilayah Kotobangon hingga wilayah puncak Ilongkow.

Sekadar informasi, saat Hein Victor Worang menjabat Gubernur Sulut banyak membangun patung untuk mengenang perjuangan dan nilai sejarah serta menjadi pengetahuan generasi selanjutnya.

Penulis: F.G. Tangkudung

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *