Ramang, memang sebuah ironi dalam sepakbola. Meski begitu, dia tetap menjadi pemain legendaris Indonesia, bahkan pemain terbesar yang pernah lahir di Indonesia.
Ketika menjamu RRC di Jakarta dalam kualifikasi piala dunia 1958 Swedia, Indonesia menang 2-0.
Salah satu gol dia ciptakan dengan cara luar biasa. Striker Indonesia bernomor punggung 11 menciptakan gol dengan tendangan salto sambil membelakangi gawang.
Pemain tersebut bernama Andi Ramang, pria kelahiran 24 April 1924 asal Sulawesi Selatan . Keahliannya melakukan tendangan salto memang turun dari sang ayah, Nyo’lo, ajudan Raja Gowa Djondjong Karaenta Lembangparang.
Ayah Ramang di awal tahun 1900-an memang terkenal sebagai jagoan olahraga sepak raga. Sejak itulah, Ramang kecil mulai meniru cara sang ayah menendang bola.
Dia mulai memperlihatkan bakatnya dengan belajar menendang gulungan kain yang diikat, buah jeruk Bali, hingga bola anyaman rotan pertamanya.
Ramang akhirnya memulai karirnya bersama klub kecil di kota asalnya, Bond Barru. Namun sesaat sebelum Indonesia menyatakan kemerdekaannya, dia merantau ke Makassar bersama keluarganya.
Di sana dia memperkuat Makassar Voetbal Bond (MVB) yang merupakan cikal bakal lahirnya Persatuan Sepakbola Makassar (PSM).
Kemampuan mencetak golnya yang berada di atas rata-rata membuat dia memperkuat timnas. Dalam satu pertandingan, dia mencetak 6 gol dari kemenangan 9-0.
FIFA secara khusus memujinya sebagai pemain sepakbola Indonesia yang terhebat kala mengenang 25 tahun kematian Ramang tahun 2012 silam.
Dalam pernyataan FIFA, Ramang menjadi kunci sukses Indonesia saat menahan Uni Soviet 0-0 dalam pertandingan Olimpiade Melbourne 1956.
Ramang juga sempat menyebut pertandingan tersebut merupakan laga tak terlupakan yang pernah dia mainkan.
Saat itu dia beberapa kali mempunyai peluang mencetak gol. Jika bukan karena kehebatan kiper legendaris, Si laba-laba hitam, Lev Yashin, jala gawang Uni Soviet pasti sudah bergetar.
Dalam sebuah peluang juga, saat ingin menendang bola, dia harus mendapat gangguan pemain belakang Uni Soviet.
Dalam partai ulangan, Uni Soviet yang sudah melakukan man to man marking terhadap Ramang berhasil menang besar 4-0. Uni Soviet kemudian tampil sebagai juara.
Penampilan mengejutkan Indonesia bersama Ramangnya disebut FIFA sebagai ‘salah satu hasil paling mengejutkan dalam sejarah Olimpiade’.
Keikutsertaan di ajang Olimpiade tersebut merupakan ajang resmi pertama Indonesia setelah merdeka tahun 1945.
Sebelumnya di Piala Dunia tahun 1938 di Uruguay, Indonesia pernah tampil sebagai wakil Asia pertama di piala dunia namun kala itu masih menggunakan nama Dutch East Indies.
Dalam piala dunia tersebut yang memainkan sistem gugur, Indonesia langsung tersingkir setelah babak belur dari tim kuat Eropa, Hongaria 0-6.
Saat itu Indonesia kalah di partai semifinal melawan RRC dengan gol tunggal. RRC akhirnya mengalahkan Korsel kemudian menjadi juara. Dalam pertandingan memperebutkan tempat ketiga Indonesia menghajar India 4-1.
Yang paling terkenang publik waktu itu adalah ketika pertandingan Indonesia melawan RRC dalam kualifikasi piala dunia 1958 Swedia. Indonesia berhasil menyingkirkan RRC dengan skor 2-0.
Satu gol Ramang ciptakan dengan berputar di atas udara dan melakukan tendangan salto. Sayang di pertandingan berikutnya, dengan alasan politis Indonesia tak bertanding melawan Israel. Indonesia akhirnya tersingkir dan gagal lolos ke piala dunia.
FIFA mengenang kemampuan Ramang yang mencetak 19 gol dalam 6 laga yang dia mainkan. Ramang memang berhasil membawa timnas Indonesia jaya.
Waktu itu, timnas Indonesia di tahun 1954 memenuhi undangan beberapa negara untuk melakukan pertandingan persahabatan. (Filipina, Hongkong, Muangthai, Malaysia) PSSI nyaris menang di semua pertandingan persahabatan tersebut dengan perbandingan gol mencolok.
Di kancah lokal, dua membuat PSM disegani di tanah air. Ramang beberapa kali membawa tim PSM menjuarai kompetisi perserikatan.
Kehebatannya terdengar ke seluruh tanah air. Bahkan dari informasi, setiap Ramang ingin bertanding di setiap wilayah yang disinggahinya, banyak masyarakat rela meninggalkan aktivitasnya hanya untuk menyaksikan permainan Ramang.
Pada waktu itu, banyak anak laki-laki mendapat nama Ramang dengan harapan kelak bisa mengikuti kehebatannya.
Ketenaran namanya memang melegenda. Dalam satu cerita, ada tim kuat di salah satu daerah bertemu dengan tim yang dibela Ramang. Karena waktu itu belum ada media televisi, wajahnya tak banyak yang tahu.
Hingga usai pertandingan, barulah tim lokal tersebut melakukan ‘protes’. Mereka baru tahu kalau lawannya memainkan pemain legenda yang sudah sering terdengar dari radio.
Ramang sempat membagikan pengalaman dan kehebatannya di dunia kepelatihan. Dia sempat melatih PSM dan Persipal Palu.
Ketika menjadi pelatih di Persipal, dia mendapat hadiah satu hektare kebun cengkih oleh masyarakat setempat, karena prestasinya membawa Persipal menjadi tim hebat di Indonesia.
Sayang, secara umum kisah hidupnya tak seindah prestasinya. Ramang remaja pernah menjadi kernet truk dan penarik becak.
Di penghujung karirnya sebagai pemain dia bahkan dituduh terlibat suap dan harus menjalani skorsing. Saat menjadi pelatih juga, dia harus tersingkir karena tidak memiliki lisensi kepelatihan.
Sekadar informasi, dia meninggal pada 26 September 1987 setelah lama mengidap penyakit paru-paru tanpa bisa berobat ke Rumah sakit karena kekurangan biaya.
Kontribusi dan perjuangannya semasa muda tak mendapat apresiasi setimpal dari negara dan tim yang pernah dibelanya.
Sisa-sisa kejayaannya mungkin hanya bisa terlihat dari patung sederhana di pintu utara Lapangan Karebosi.
Ramang, memang sebuah ironi dalam sepakbola. Meski begitu, dia tetap menjadi pemain legendaris Indonesia, bahkan pemain terbesar yang pernah lahir di Indonesia.
Dia mungkin juga terlalu cepat terlahir di masanya. Jika dia lahir di masa sekarang, Indonesia akan jadi raja Asia bahkan dunia.
Baca juga: Mokhtar Dahari, Lebih Hebat dari Puskas dan Pele
Ramang juga pasti akan bergelimang harta menikmati kontrak dengan nilai tinggi yang pasti akan datang dari sejumlah besar klub kaya.
Penulis: Bang Kipot
Tidak ada komentar