Banyak orang tua, tentunya mereka berekonomi mapan, berlomba-lomba memasukkan anaknya ke sekolah kurikulum internasional. Alasannya jelas, lulusan sekolah internasional pasti lebih sukses.
Usai menempuh pendidikan dasar dan tingkat menengah, kuliah di luar negeri akan menjadi pelengkap dan menjamin kesuksesan.
Memang, harus diakui dan membuka mata, kualitas pendidikan di Indonesia dengan kurikulum nasionalnya masih banyak kekurangan.
Keterbatasan tenaga pendidik berkualitas serta sarana prasarana membuat kualitas pendidikan di Indonesia tidak merata.
Namun, pemerintah Indonesia dengan segala daya upaya terus meningkatkan kualitas pendidikan. Para ahli selalu mencari dan meramu konsep terbaik, untuk bisa menyejajarkan diri dengan kualitas sekolah international.
Pendidikan Indonesia sejak dulu lebih menekankan kepada setiap siswa untuk hebat dalam setiap pelajaran. Jago menghafal, namun minim konsep kritis memecahkan masalah atau praktik melatih kreativitas.
Kenyataannya, kemampuan dan bakat setiap siswa berbeda-beda. Mereka yang jago di bidang aljabar, kalkulus atau eksak mungkin tak mahir dalam seni atau olahraga.
Pun begitu, siswa yang hebat dalam Ilmu science belum tentu punya emotional quotient yang baik. Siswa dengan Intelligence quotient di atas rata-rata bisa jadi tak memiliki spiritual quotient.
Hal ini yang sudah mendapat koreksi dan langsung menjadi tujuan utama kurikulum terbaru. Teranyar, kurikulum prototipe (2022) akan menambal kekurangan di kurikulum 2013 pada jenjang TK-SMA.
Tujuannya jelas, menekankan substansial pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), karakter dan soft skills siswa. Mulai dari keimanan, ketaqwaan, akhlak, budi pekerti, kemandirian, kebhinekaan, toleransi, nalar kritis, serta kreativitas.
Apa yang masih kurang? Kemampuan berbahasa asing sedari dini. Mungkin hal ini juga harus menjadi penekanan untuk mengimbangi sisi substansial pengembangan SDM.
Dalam era globalisasi, kemampuan berkomunikasi dalam Bahasa asing sudah menjadi hal wajib. Bukan hanya bahasa internasional Bahasa Inggris, namun Mandarin, Jepang, Jerman dan Prancis.
Memang sudah saatnya, pemerintah juga segera memasukkan kurikulum internasional untuk melengkapi kurikulum nasional demi generasi mendatang yang berdaya saing global dengan karakter nusantara.
Kurikulum seperi Montessori, Internasional Cambridge, International Baccalaureate (IB), International Primary Curriculum (IPC), Singaporean Primary School Curriculum (SPC) bisa menjadi acuan pelengkap.
Korelasinya kurikulum nasional dan internasional sudah ada, ambil contoh kurikulum nasional terbaru dengan Kurikulum Cambridge di Sampoerna Academy, Sekolah International terbaik di Indonesia.
Penekanannya sama, ada di keterampilan pemecahan masalah, kritis, membuka cakwarawala berpikir, menciptakan koneksi, mandiri dan punya kompetensi bekerja.
Jangan lupa, hal terpenting dan tak kalah urgennya, tentu saja adalah perekrutan dan kompetensi tenaga pendidik. Saring secara objektif, bukan lagi subjektif.
Mereka yang benar-benar kompeten punya kapabelitaslah yang harus terpilih. Taruhannya, masa depan generasi bangsa. Soal transformasi ilmu dan pembentukan karakter anak negeri.
Hal lainnya, tentu saja sarana dan fasilitas penunjang. Dengan geografis dan kondisi perekonomian yang ada, hal ini sudah jelas menjadi tantangan berat.
Fasilitas memadai sangat signifikan menghasilkan generasi unggul. Laboratorium, alat peraga dan fasilitas lainnya menjadi kebutuhan mendesak untuk sampai di tujuan awal pendidikan, mencerdasakan kehidupan berbangsa.
Harapannya, ketika melewati tingkat menengah, para siswa sudah bisa memiliki karakter kuat dan daya kritis untuk menentukan memilih jalan hidupnya.
Melanjutkan pendidikan ke jenjang universitas terbaik bisa menjadi pilihan, demi membuka kesempatan serta memperbesar peluang untuk sukses di masa mendatang.
Tak bisa dipungkiri, Amerika Serikat masih menjadi negara destinasi pendidikan primadona.
Wajar memang, dari pemeringkatan versi Center for World University Rankings (CWUR), lima puluh satu persen dari 100 universitas terbaik di dunia berada di Amerika Serikat. Tentu saja itu berkaitan dengan kurikulum, metode pengajaran, fasilitas dan kompetensi tenaga pengajar.
Sayang, bagi kebanyakan siswa di Indonesia, masalah ekonomi menjadi masalah klasik, penghalang untuk mencicipi kualitas pendidikan internasional universitas terbaik di dunia.
Namun ada yang menarik, di peringkat 46, ada University of Arizona. Memiliki lahan kampus seluas 392 Hektare (Ha), universitas ini sudah berdiri sejak 1885 dengan ratusan ribu alumni.
Kini, anak-anak Indonesia bisa memiliki kesempatan kuliah di University of Arizona tanpa harus pergi ke luar negeri.
Kok Bisa?
Kini hadir, Sampoerna University, universitas di Indonesia yang terintegrasi secara nasional namun berstandar kualitas kelas dunia.
Sampoerna University bekerja sama dengan University of Arizona. Dengan kurikulum, fakultas, operasional, fasilitas, dan lainnya seperti di University of Arizona.
Universitas swasta ini nirlaba, non-denominasi, yang punya lisensi serta terakreditasi oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia.
Lulusan Sampoerna University setelah empat tahun akan mendapat dua gelar, Gelar Sarjana AS dari dan Gelar Sarjana (S1) dari Sampoerna University.
Ada beberapa fakultas yang bisa menjadi pilihan karir seperti, Fakultas Bisnis, Fakultas Teknik dan Teknologi, Fakultas Ilmu Pendidikan, dan Fakultas Seni dan Sains.
Banyak keuntungan kuliah di Sampoerna University. Selain berhemat sekitar 75 persen dari biaya normal, mahasiswa juga berkesempatan mendapat bimbingan dari doktor terbaik di bidangnya.
Pun, berpeluang langsung bekerja dalam tiga bulan setelah tamat. Selain itu, lulusan universitas ini akan menjadi bagian dari jaringan 300 ribu alumni yang tersebar di seluruh dunia.
“Sampoerna University membantu anak muda menemukan suara mereka. Ketika lulus, mereka kuat, percaya diri serta fokus dan tenang menuju kesuksesan,” kata Presiden Sampoerna University, Dr. Marshall Schott Ph.D
Peran kurikulum internasional dalam sistem pendidikan di Indonesia memang sangat krusial untuk menambal lubang menganga yang selama ini tercipta.
Namun yang terpenting, jangan lupakan konsep dasar pendidikan, tidak ada anak yang bodoh. Semua hanya soal kesempatan dan pendekatan yang benar.
“Tidak ada anak yang bodoh. Jika anak mendapat kesempatan belajar dari guru yang baik dengan metode yang benar, dia akan menjadi jenius di bidangnya,” jelas Prof. Yohanes Surya PhD.
Yohanes Surya adalah seorang pendidik yang ‘menyulap’ anak kelas 2 SD dari Papua yang tidak naik kelas 4 kali, menjadi jadi juara matematika dan membuat robot tingkat nasional.
Sekali lagi, tentang kesempatan belajar dan metode yang benar.
Kehadiran Sampoerna University berkontribusi untuk pendidikan Indonesia semakin berkualitas. Universitas ini memberikan kesempatan emas dengan metode pembelajaran yang benar.
Baca: Universitas Sampoerna, Latih Kompetensi Global Siap Kerja
Turut membantu mencetak generasi emas Indonesia yang berdaya saing international dengan karakter anak Indonesia. (fgt)