Penulisan Ulang Sejarah: Beranikah Zon Tulis Prabowo Presiden X?

admin
4 Jul 2025 14:13
Opini 0 378
3 menit membaca

Beranikah Menteri Kebudayaan, Fadli Zon menulis jika Prabowo Subianto adalah Presiden X?

Dia kini memang sedang sibuk menulis ulang sejarah Indonesia. Katanya demi “meluruskan narasi nasional.” Tapi sebelum kita bicara soal pelanggaran HAM, perkosaan atau tragedi yang katanya “belum terbukti,” mari kita mulai dari hal yang lebih sederhana—dan lebih lucu: angka delapan.

Ya, angka 8. Angka yang selama ini lekat dengan Prabowo Subianto sebagai simbol takdir, keberuntungan, dan bahkan—dalam beberapa pidatonya—sebagai bukti bahwa takdirlah yang mengantarkannya menjadi Presiden ke-8 Republik Indonesia.

“Saya dikasih sandi 08 waktu jadi tentara. Bukan 06, bukan 07. Dan akhirnya saya jadi Presiden ke-8,” kata Prabowo dalam berbagai kesempatan, sambil tersenyum penuh makna, dengan sambutan tepuk tangan meriah.

Angka 8 ini bukan main-main. Ia muncul di tanggal pendaftaran partai, di jam tanda tangan, di nomor mobil, bahkan di jumlah huruf dalam nama-nama acara.

Semua cocoklogi ini datang dengan penuh keyakinan, seolah semesta memang berkonspirasi untuk menjadikan Prabowo sebagai Presiden ke-8—bukan ke-7, bukan ke-9, apalagi ke-10.

Tapi sekarang, Fadli Zon—yang dulu adalah corong oposisi dan kini menjelma jadi juru tulis kekuasaan—tiba-tiba menyusun sejarah baru.

Yang mungkin menjadi masalah, jika mengikuti sejarah yang benar, Prabowo adalah Presiden ke-10 Republik Indonesia.

Tunggu dulu. Ke-10? Memang benar.

Selain nama Soekarno, Soeharto, Habibie, Gus Dur, Megawati, SBY , Jokowi dan Prabowo, ada dua nama lagi yang selama ini seolah hilang dari sejarah: Sjafruddin Prawiranegara dan Mr. Assaat.

Padahal, mereka secara sah pernah menjadi Presiden Indonesia.

Kini yang menjadi pertanyaan yang menarik. Beranikah Fadli Zon menulis Prabowo sebagai Presiden X dan mengubur angka 8 yang selama ini agung sebagai takdir?

Karena kalau iya, maka seluruh narasi mistis tentang angka 8 akan runtuh seperti bidak catur yang salah langkah. Dan kalau tidak, maka sejarah yang ditulis akan tetap cacat, karena mengorbankan fakta demi cocoklogi.

🎭 Antara Takdir dan Taktik

Selama ini, angka 8 bukan sekadar angka bagi Prabowo. Ia adalah branding politik.

Ia adalah simbol bahwa semua ini sudah digariskan. Bahwa kekuasaan bukan hasil kompromi, bukan hasil koalisi, bukan hasil kalkulasi politik—tapi hasil “garis tangan.”

Tapi jika sejarah resmi nanti menyebut Prabowo sebagai Presiden ke-10, maka semua itu berubah. Takdir berubah jadi taktik. Simbolisme berubah jadi statistik. Dan angka 8? Mungkin akan terkubur hening  di catatan kaki sejarah.

Atau jangan-jangan, nanti akan muncul narasi baru:

“Sebenarnya saya Presiden ke-8 dalam hati rakyat, tapi ke-10 di atas kertas.”

Atau:

“Saya Presiden ke-8 yang benar-benar memimpin, karena dua sebelumnya hanya transisi.”

Atau yang lebih kreatif:

“8 adalah angka spiritual. 10 adalah angka administratif.”

Karena di republik ini, logika bisa kalah oleh narasi. Dan sejarah bisa kalah oleh simbol.

🧨 Penutup: Beranikah Zon Tulis Prabowo Presiden X?

Jika sejarah ditulis untuk menyenangkan penguasa, maka yang lahir bukan bangsa yang kuat, tapi bangsa yang bingung.

Dan jika angka 8 yang selama ini diagungkan tiba-tiba diganti jadi 10 demi menyederhanakan narasi kekuasaan, maka kita tahu:

yang jadi korban bukan hanya dua presiden yang terhapus, tapi juga konsistensi simbol yang selama ini muncul ke publik.

Jadi, Fadli Zon, sebelum Anda menulis ulang sejarah bangsa, jawab dulu satu pertanyaan sederhana:

Beranikah Anda menulis Prabowo sebagai Presiden ke-10?

Atau Anda akan tetap setia pada angka 8—meski harus mengorbankan dua babak penting dalam sejarah republik?

Syafruddin dan Assaat, Presiden RI yang Terlupakan

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *