Kementerian Keuangan melalui Dirjen Bea dan Cukai mengumumkan harga rokok naik pada akhir tahun 2024. Naiknya Harga jual eceran (HJE) berimbas dari tidak naiknya tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) pada tahun 2025.
“Pemerintah tak menaikkan pita cukai, jadi harga jualnya yang akan naik. Yang naik Cuma harga jual eceran,” kata Dirjen Bea dan Cukai, Askolani, Jumat (29/11/2024).
Angka persis untuk kenaikan HJE rokok belum bisa disampaikan oleh bea cukai, karena ini akan berlaku mulai tahun 2025.
“Kami belum tahu persis, nanti tunggu saja pengumumannya lagi,” kata Askolani.
Sebelumnya, Askaloni mengumumkan pada tahun 2025 pemerintah tidak akan menaikan harga cukai rokok.
Kebijakan ini karena tidak adanya pembahasan kebijakan CHT dalam RUU APBN 2025 oleh pemerintah dan DPR RI.
“Sampai penutupan pembahasan RAPBN 2025, pemerintah dan DPR RI tidak membahas kebijakan CHT di 2025,” ujarnya.
Sebaliknya, rencana kenaikan HJE rokok tahun 2025 karena pemerintah ingin melakukan penyesuaian harga jual di level industri.
Dengan naiknya HJE, Askaloni berharap bisa menekan konsumsi rokok dan memberantas pengedaran rokok ilegal yang semakin banyak beredar.
“Kalau harga rokok naik, maka otomatis bisa menekan konsumsi rokok pada masyarakat,” ujar dia.
Sementara itu, usulan kemasan rokok polos tanpa merek bisa menimbulkan dampak buruk pada ekonomi nasional.
Direktur Eksekutif Indef, Tauhid Ahmad mengatakan kemasan polos bisa berdampak tinggi terhadap ekonomi nasional.
“Dampaknya bukan hanya bagi industri rokok, tapi juga industri kemasan kertas roko, kemudian cengkeh dan tembakau juga terdampak. Akan berdampak ekonomi sekitar Rp182,2 triliun,” ujar Tauhid Ahmad.
Dengan adanya kemasan polos, konsumen bisa beralih ke produk rokok yang murah (downtrading) bahkan bisa juga ke rokok ilegal.
Menurutnya, hal ini akan menurunkan permintaan produk rokok legal hingga 42,09 persen. Implikasi dari kebijakan kemasan polos bisa mengurangi penerimaan negara sebesar Rp95,9 triliun.
Lebih lanjut, Tauhid menambahkan aturan kemasan polos juga akan berdamak terhadap 1,22 juta pekerja yang menggantungkan nasib mereka pada produk rokok.
“Dampak ekonominya bukanya hanya Industri Hasil Tembakau, tapi juga sektor-sektor lain akan terdampak,” pungkas Tauhid.(ath)