Dalam video tersebut, terlihat mantan calon wakil presiden tahun 2004 itu menyebut Prabowo dan tim mawarnya terbukti melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat.
Prabowo diputus bersalah oleh Dewan Kehormatan Perwira (DKP) yang diketuai KASAD Subagyo HS. Para anggotanya berisi para Letjen senior yakni Arie Kumaat, Susilo Bambang Yudhoyono, Yusuf Karta, Agum Gumelar, Djamari Chaniago dan Fachrul Razi.
Agum Gumelar menyebut Prabowo Subianto yang kini menjadi calon presiden dijatuhkan sanksi pemecatan dari ABRI atas penculikan para aktivis 98. Agum juga mengaku tahu persis nama-nama yang dibunuh lengkap dengan lokasi pemakaman.
Sontak, ‘nyanyian’ Agum Gumelar langsung menjadi bola panas jelang Pilpres 17 April mendatang. Respon berbeda ditunjukkan dua kubu yang berkontestasi.
Tim Kampanye Nasional (TKN) pasangan 01, Joko Widodo-Ma’ruf Amin mengaku tak terkait atau menyuruh Agum melakukan hal itu. Mereka menduga, itu dilakukan Agum atas inisiatif pribadi, sebagai informasi kepada masyarakat.
Sementara, Badan Pemenangan Nasional (BPN) pasangan 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mengaku, hal itu merupakan isu basi yang tak perlu dikhawatirkan. Mereka justru heran, isu tersebut terus dimainkan jelang Pilpres untuk menjatuhkan nama Prabowo.
Isu pelanggaran HAM berat yang dilakukan Prabowo Subianto yang waktu itu menjabat Danjen Kopassus bukan barang baru. Isu itu terus dihembuskan sejak masa reformasi.
Ketika Prabowo terjun ke politik, isu tersebut makin santer terdengar. Puncaknya ketika Prabowo menjadi Capres tahun 2014, yang waktu itu bersaing dengan Presiden saat ini, Joko Widodo. Lebih ke belakang, isu ini juga sudah dihembuskan ketika Prabowo menjadi calon wakil presiden Megawati Sukarnoputri tahun 2009.
Ketika masa kampanye tahun 2014, saat itu Luhut Binsar Panjaitan tampil blak-blakan ‘menyerang’ Prabowo. Meski waktu itu tidak detail, Luhut yang kini menjadi Menko Bidang Kemaritiman menyebut kenal betul watak Prabowo.
Luhut waktu itu mengaku lebih memilih Joko Widodo sebagai presiden, meski Prabowo pernah menjadi bawahannya. Luhut diketahui merupakan Pendiri dan Komandan Pertama Detasemen 81 Anti Teroris Kopassus.
Jujur, meski agak basi dan terus digulir jelang Pilpres, isu itu masih cukup signifikan sebagai amunisi untuk menyerang untuk Prabowo Subianto.
Sebabnya, misteri dugaan pelanggaran HAM berat yang dilakukan Prabowo Subianto tidak pernah terselesaikan. Jokowi, saat kampanye 2014 juga pernah berjanji akan mengusut kasus HAM.
Nyatanya hingga hampir habis masa jabatannya, isu Prabowo tak pernah jelas penyelesaiannya. Wajar para aktivis 98 di kubu pasangan 02, geram ketika isu ini kembali dimainkan jelang Pilpres.
Satu nama yang juga tak bisa dilepaskan adalah Wiranto, yang disebut sebagai atasan langsung Prabowo Subianto ketika aksi penculikan terjadi. Wiranto pernah menjabat sebagai KSAD dan Panglima ABRI.
Kini Wiranto duduk sebagai Menko Polhukam di Kabinet Kerja Jokowi. Sayangnya, Wiranto hingga sekarang terus bungkam ketika ditanyakan soal satu ini.
Mengapungnya isu yang dilemparkan Agum Gumelar membuat publik makin terbelah, mendukung dan mencibir aksi Agum Gumelar.
Satu pihak senang isu ini dilempar Agum sebagai informasi dan referensi kepada masyarakat sebelum menjatuhkan pilihan. Masyarakat diingatkan menolak lupa sejarah kelam yang pernah terjadi, terlebih untuk para aktivis 98. Hingga kini banyak dari mereka yang tak pernah diketahui keberadaanya.
Wajar saja, sebagian besar pemilih, terlebih para pemilih pemula atau kaum milenial, sejarah seperti ini sudah tak pernah diketahui. Saat kejadian berlangsung, mereka baru lahir.
Sisi lain, sebagian kalangan justru geram dengan isu tersebut yang hanya dipermainkan sebagai konten serangan politik. Jika memang serius, seharusnya pemerintah berkuasa membuka kasus itu seterang-terangnya sedari lama.
Agum kini ditantang untuk membuka sejelas-jelasnya informasi yang dia ketahui. Memang ini berpotensi merusak elektabilitas Prabowo Subianto.
Tapi apa boleh dikata, sejarah bangsa ini harus diluruskan. Prabowo dan Wiranto tak boleh terus tersandera dalam tudingan miring soal pelanggaran HAM berat.
Siapa salah jelas punya konsekwensi, bukan cuma soal hukum, tapi pertanggungjawaban kepada Tuhan Yang Maha Tahu.
Biarlah fakta itu terbuka jelas dan terang, karena generasi penerus berhak tahu hitam dan putihnya perjalanan bangsa ini.
Penulis: Efge Tangkudung
Tidak ada komentar