Provinsi Sulut menempati peringkat 31 dari 34 provinsi yang ikut serta di PON 2016.
Provinsi Sulawesi Utara kembali akan melaksanakan hajatan demokrasi lima tahunan, pemilihan gubernur dan wakil gubernur 2020.
Pasangan petahana, Olly Dondokambey-Steven Kandouw (ODSK) kembali maju mencoba peruntungan, untuk melanjutkan kepemimpinan di periode kedua.
Mereka akan melawan pasangan Christiany Eugenia Paruntu-Sehan Landjar dan Vonny Anneke Panambunan-Hendry Runtuwene.
Baca: Menolak Lupa, ODSK Ganti Slogan Torang Samua Basudara
Calon usungan PDIP ini jelas akan mengandalkan sejumlah keberhasilan selama 5 tahun menjabat untuk meyakinkan publik Sulawesi Utara.
Meski begitu, ada beberapa sektor yang cukup mendapat sorotan untuk pasangan ini. Selain sektor pendidikan, keseriusan pemerintah Provinsi Sulawesi Utara membangun dunia olahraga mengundang tanya.
Dalam pergelaran Pekan Olahraga nasional (PON) XIX tahun 2016 di Jawa Barat, kontingen Sulut menuai malu bukan kepalang.
Provinsi Sulut menempati peringkat 31 dari 34 provinsi yang ikut serta di PON 2016.
Prestasi itu menjadi yang terburuk dalam 20 tahun terakhir. Sulut ‘hanya’ memperoleh 1 medali emas dan 8 perunggu.
Pasangan Sartje Pontoh-Stevanus Soepeno menjadi penyumbang satu-satunya medali emas buat kontingen Sulut. Emas tersebut datang dari cabang olahraga Bridge, nomor pasangan campuran.
Sekadar informasi, Sulut membawa 284 atlet untuk bertarung dalam 26 cabang olahraga. Ketika pelepasan kontingen Sulut, Gubernur Sulut Olly Dondokambey mematok target cukup realistis.
“Minimal bisa mempertahankan ranking pada PON 2012 (peringkat 17 dari 33 Provinsi),” harap Dondokambey, Selasa (13/9/2016).
Kenyatannya, hasilnya jauh panggang dari api. Kontingen Sulut terlempar nyaris ke posisi juru kunci.
Menanggapi hasil itu, Dondokambey kini coba berkelit. Dia mengatakan dalam PON XIX di Jabar, dia tak mematok target khusus.
“Yang terpenting adalah pembinaan atlet muda untuk PON XX di Papua,” katanya, Senin (26/9/2016).
Kecuali itu, Dondokambey mengatakan faktor kepindahan atlet ke daerah lain juga menjadi faktor merosotnya prestasi.
“Apapun hasilnya harus kita terima, selama lima tahun tidak ada pembinaan atlet,” kata Olly lagi.
Alasan itu tak sepenuhnya benar. Yang menjadi ironi, Olly Dondokambey merupakan Ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Sulawesi Utara empat tahun ke belakang.
Tugas pokok KONI sendiri adalah membina dan meningkatkan prestasi atlet lewat induk cabang olahraga.
Sebagai perbandingan, pada tahun 2012, PON XVIII di Riau, Sulut yang masih pimpinan Gubernur Sinyo Harry Sarundajang menempati peringkat 17 dari 33 Provinsi. Sulut pada PON 2012 mengoleksi 6 emas, 6 perak, 8 perunggu.
Padahal alokasi dana APBD tahun 2012 ‘hanya’ Rp7 miliar. Bandingkan dengan alokasi dana tahun 2016 sebesar Rp17 miliar, yang ‘cuma’ menghasilkan 1 medali emas dan 8 perunggu.
Lebih ke belakang, pada PON XVII tahun 2008 di Kalimantan Timur, Sulut bahkan lebih HEBAT. Sulut bertengger di peringkat 12 dengan 14 medali emas, 11 perak dan 16 perunggu.
PON XVI tahun 2004 di Sumatera Selatan, Sulut juga tak kalah HEBAT dengan menempati peringkat 13 klasemen akhir. Sulut merebut 14 emas, 14 perak dan 13 perunggu.
Namun yang paling sensasional dan selalu menjadi nostalgia era emas olahraga Sulut adalah prestasi di pertengahan dekade 90-an.
Ketika PON XIV tahun 1996 di Jakarta, Kontingen Sulut yang dipimpin Gubernur berjiwa olahraga, Evert Ernest Mangindaan masuk jajaran 10 besar.
Lebih membanggakan lagi, tim sepakbola Sulut meraih medali perunggu. Hal yang mungkin mustahil terulang lagi.