Nasib petani kelapa dan harga kopra menjadi topik bahasan dalam debat II Pilgub Sulut 2020. Harga komoditi perkebunan andalan Sulut itu, masih dalam kategori memprihatinkan.
Banyak keluarga di Sulawesi Utara yang menggantungkan hidupnya dari kopra, olahan kelapa tersebut. Sayang, tak banyak yang bisa petani lakukan dari tahun ke tahun.
Baca: Pahlawan Nasional Asal Sulawesi Utara
Petani kelapa di Sulawesi Utara seakan sudah terbiasa akan penurunan harga yang sangat jauh.
Dari data newsantara.id, harga kopra awal November 2018, mencapai titik terendah yaitu, Rp3000 per kilogram.
Gubernur Sulut Olly Dondokambey dalam penjelasannya waktu itu usai kunjungan ke Belanda, mengatakan turunnya harga kopra dipengaruhi konsumsi minyak nabati di dunia sedang turun.
Perusahan-perusahaan nabati di Sulut juga membatasi pembelian kopra dari petani. Hal ini membuat petani kelapa rugi besar.
Gubernur Sulut, Olly Dondokambey mengaku, dia juga merugi akibat turunnya harga jual kopra. Tak tanggung-tanggung, potensi keuntungan hingga Rp200 juta harus lepas.
“Saya juga punya kebun kelapa untuk kopra. Kalau harga terus turun saya juga rugi besar, sama seperti petani kelapa lainnya di Sulut,” kata Olly.
Pada pertengahan November 2018 tercatat, petani kelapa di Kabupaten Minahasa Selatan melakukan demo besar-besaran terkait harga kopra yang terus menukik.
Mereka melakukan demonstrasi di depan perusahaan minyak kelapa PT Cargil Amurang, menuntut pemerintah segera mengambil sikap terkait harga kopra, Rabu (21/11/2018).
Para petani yang menggantungkan hidupnya dari kelapa, menuntut pemerintah segera mengambil langkah bijak.
“Kami sudah sangat sabar dengan harga saat ini. Sudah tidak bisa ditunda-tunda lagi. Kalau memang pemerintah tidak bisa ambil langkah, kami berjanji tidak akan menanam kelapa lagi,” teriak pendemo.
Menurut pendemo, harga kopra yang hanya Rp3000-4000 per kilo, tidak sebanding dengan ongkos yang sudah mereka keluarkan.
“Harga semakin turun, tapi bahan-bahan pokok semakin naik, ini sangat tidak sebanding. Kami memohon kepada pemerintah untuk segera beraksi, jangan tinggal diam,” tuntut mereka.
Alasan demo di depan PT Cargil, karena mereka menilai ada oknum-oknum di sana yang sengaja memainkan harga kopra.
“Perusahaan ini membutuhkan kopra dari kita sebagai petani, tapi mereka peka dengan apa yang kami rasakan. Mereka malah senang bila harga turun. Kami curiga ada oknum-oknum yang sengaja,” teriak pendemo yang lain.
Pendemo berharap Pemerintah segera bertemu dengan pimpinan PT Cargil untuk membahas harga olahan kelapa itu.
Plan Manager PT Cargil, Imelda Tandako menyebut, harga kopra adalah harga global, tidak ada kaitannya dengan mereka.
“Karena harga kopra tergantung dari harga pasar dunia. Kami tetap membeli dengan harga pasar, tanpa memihak siapapun,” katanya
“Harga kopra ini tergantung dari permintaan luar, bila banyak permintaan maka akan naik. Jadi tidak ada permainan harga oleh pengusaha-pengusaha. Itu tidak benar,” pungkas Olly.
Saat itu, Pemprov segera memanggil empat perusahaan minyak kelapa yang berlokasi di Sulawesi Utara, untuk membahas harga beli ke petani kelapa.
Keempat perusahaan tersebut adalah PT Salim Ivomas Pratama (SIP) Bitung, PT Cargil Indonesia Indonesia (CII) Amurang, PT Agro Makmur Raya (AMR) Bitung dan PT Multi Nabati Sulawesi (MNS) Bitung.
Wakil Gubernur Sulut, Steven Kandouw menambahkan, pemanggilan keempat pabrik minyak kelapa tersebut, untuk membahas serta membuat kesepakatan mengenai harga untuk petani.
“Kami ingin meminta kebijakan harga dari teman-teman pengusaha, kasihan petani kelapa sangat sulit menjual kopra mereka karena murah. Apalagi jelang Natal, mereka sangat terbeban,” kata Kandouw.
Menurutnya, salah satu cara Pemprov yaitu dengan menggandeng perusahaan dalam membantu petani di Sulut.
“Syukurlah, teman-teman pengusaha mau menerima usulan kami dan membantu petani Sulut. Kan selama ini pengusaha juga sangat terbantu dengan kehadiran petani,” lanjutnya.
Baca: Menolak Lupa, UNBK Sulut Tiga Terbawah Nasional
Kandouw mengapresiasi respon positif dari pengusaha untuk memberikan harga khusus kepada petani di Sulut. (redaksi)
Tidak ada komentar