Menerka Konstelasi Injury Time Jelang Hari H

F. G. Tangkudung
21 Nov 2023 01:27
Opini 0 110
6 menit membaca

Hari H pencoblosan  kertas suara Pemilihan Presiden-wakil Presiden RI 2024-2029 , tak sampai 85 hari lagi. Serangan kubu PDIP terhadap pihak Jokowi makin tajam. Tak tinggal diam, barisan di sekeliling Jokowi melakukan serangan balasan.

Jadinya, sahut menyahut antar dua kubu makin memekakkan telinga. Potensi kecurangan plus penilaian negatif kinerja era Jokowi jadi isu utama. Apalagi soal supremasi hukum. Sudah tentu, hal ini akan berlanjut hingga masa kampanye. Selain Jokowi, sasaran utama pihak PDIP adalah mendiskreditkan sang putra, Gibran Rakabuming sebagai pasangan Prabowo Subianto.

Lantas, apa yang akan terjadi dalam kurun waktu kurang tiga bulan menuju hari H?

Tentunya sekarang, tiga pasangan calon  sedang mempersiapkan tim untuk menyambut masa kampanye. Lebih dari itu, mereka mulai memprediksi ceruk yang bakal menjadi kantong suara utama. Berhitung, bergerilya meraih suara di kandang kompetitor, sekaligus menjaga keutuhan suara di markas utama.

Pasangan Prabowo-Gibran Rakabuming pastilah kini nyaman ketika mayoritas lembaga survei menempatkan mereka menjadi peraih suara terbanyak untuk sementara. Sebaliknya, Pasangan Ganjar Panowo-Mahfud MD mulai resah dengan stagnannya perolehan suara, bahkan dalam sejumlah survei, suara pasangan ini untuk sementara menukik tajam.

Sementara pasangan kuda hitam, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar malah menikmati dengan hasil sejumlah lembaga survei yang menempatkan mereka selalu di posisi juru kunci. Perlahan tapi pasti, justru mereka memperlihatkan tren kenaikan suara yang cukup signifikan.

Apa yang bisa terbaca dari keadaan 90 hari jelang hari H? Tentu saja kegamangan pasangan Ganjar-Mahfud. Jika tren ini terus berlanjut, bukan tidak mungkin mereka akan tersalip oleh pasangan Anies-Imin. Hal ini yang tentu saja menjadi perhatian utama, kubu nomor urut 3 ini.

Beruntung, PDIP memilih Mahfud MD sepeninggal Jokowi dari sisi mereka. Memang Mahfud potensial menambah suara, terlebih di kalangan Nahdliyin. Namun, jika melihat suara untuk Mahfud, tampaknya tak bisa menambal suara loyalis Jokowi yang bakal menyeberang ke pasangan Prabowo-Gibran.

Bayangkan 28.289.413 pemilih di Jawa Tengah kini harus terbagi merata untuk dua pasangan calon Ganjar-Mahfud dan Prabowo-Gibran. Itu pun dengan asumsi Anies-Imin tak bisa berbuat banyak di Jawa Tengah.

Tapi, jangan lupakan Pilkada Jateng 2018 ketika Sudirman Said berhasil meraih lebih dari 40 persen suara. Padahal waktu itu, survei selalu menempatkannya dengan suara tak lebih dari 20 persen.

Bagaimana dengan Jawa Barat yang memiliki 35.714.901 pemilih atau provinsi dengan pemilih terbanyak?

Sudah tentu ini bakal menjadi basis massa Prabowo-Gibran dan Anies-Imin. Sulit rasanya kini Ganjar Mahfud meraih suara di Jawa Barat lebih dari 25 persen.

Beralih ke Jawa Timur dengan 31.402.838 pemilih. Sudah pasti wilayah ini menjadi pusat pertempuran sesungguhnya. Ketiganya memiliki kepercayaan diri yang tinggi berdasar Pilpres dan Pileg 2019.

Jika melihat peta koalisi, pasangan Prabowo-Gibran masih memimpin persentase perolehan suara. Sementara PKB, Nasdem-PKS berada di urutan dua. PDIP meski menjadi pemenang Pileg di Jawa Timur, namun secara kumulatif berada di posisi tiga, meski sudah menambahkan hasil dari PPP. Itu dari kacamata Pileg 2019. Tapi, apakah masih relevan?

Dari sudut pandang identitas, harusnya suara Jawa Timur akan terbagi mayoritas untuk Mahfud MD dan Gus Imin. Tapi, pengaruh SBY, Khofifah Indar Parawansa dan Pakde Karwo, membuat Prabowo bakal meraih suara lumayan di sana.

Tapi pada akhirnya, suara Jatim selalu bergantung istikharah tokoh ulama. Meski tak bulat, Ulama akan merestui calon pilihan kepada pengikutnya di detik-detik akhir menuju hari H. Dalam hal ini, tentu saja Imin dan Mahfud punya kans lebih besar.

Darti tiga daerah itu, mulai terlihat pasangan Ganjar-Mahfud mulai ngos-ngosan mencari ceruk lainnya. Sulit rasanya mengulang kembali hegemoninya di Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, DKI Jakarta (8.252.897 pemilih) dan Banten (8.842.646 pemilih).

Paling realistis PDIP akan mencoba menang tebal di Sumatera Utara dengan 10.853.940 pemilih, Provinsi Bali 3.269.516 pemilih dan Provinsi Sulawesi Utara 1.969.603 pemilih yang memang menjadi kandang utamanya. Hal menarik di Sulut, tentu saja Prabowo kembali akan mencoba menarik simpati dengan mengaku berdarah Minahasa, Sulawesi Utara.

Tapi, itu masih sangat jauh. Apakah bisa PDIP superior di Provinsi Sulawesi Selatan (6.670.582 pemilih),
Provinsi Lampung (6.539.128 pemilih) dan Provinsi Sumatera Selatan (6.326.348 pemilih)?Rasanya muskil bin mustahil.

Lanjut ke sisi ideologi, sulit menepis Pilpres kali ini akan terlihat menjadi pertarungan Nasionalisme vs Islam. Gabungan PKB, PKS, Masyumi dan terbaru ijtima ulama, secara tidak langsung mengidentikkan pasangan Amin sebagai tokoh perubahan dan perwakilan Islam. Hal negatif soal Khilafah dan radikalisme yang selalu menghantam Anies, perlahan namun pasti mulai tereduksi dan ternetralisasi dengan kehadiran Imin.

Kembali lagi, Ganjar dan Prabowo beririsan soal ceruk pemilih dengan  ideologi nasionalisme.

Beruntung, Mahfud MD dan PPP setidaknya sedikit bisa merangkul suara pemilih Nahdliyin dan Islam tradisional. Bagaimana soal logistik nanti? Pasangan Prabowo-Gibran pasti unggul segalanya atas dua kompetitornya. Pengusaha yang waras tentunya tak ingin ‘bunuh diri’ dengan terang-terangan mendukung pasangan bukan memiliki pertalian dengan penguasa.

Pun begitu, pasangan Prabowo-Gibran lagi mendapat keunggulan lain soal pengaruh Jokowi sebagi presiden yang masih menjabat. Dengan atau tanpa perintah, adalah norma tak tertulis, tindakan aparat mengikuti garis hierarki jabatan.

PDIP masih boleh berharap, kini masih menjadi partai dengan kepala daerah terbanyak di Indonesia. Tapi itu tidak lagi cukup. Apes, sejumlah gubernur sudah terganti dengan pilihan Jokowi, yang berimbas pada pemilihan Pj walikota/bupati yang sudah habis masa jabatannya.

Mungkin perhitungan itu, yang mulai membuat PDIP agak ketar-ketir. Apalagi, tim Prabowo-Gibran mulai menargetkan kemenangan satu putaran. Jika selisih perolehan suara terlalu jauh, tampaknya sulit berharap bertarung di Mahkamah Konstitusi.

Menjadi sebuah hal realistis, kekhawatiran ketidaknetralan aparat, ASN, TNI dan Polri terus menjadi konten utama PDIP. Jika itu terjadi kontestasi Pilpres akan menjadi pertarungan berat sebelah.

Hal terjauh yang mungkin terpikir adalah isu pemakzulan. Bayangkan jika Pilpres berlangsung ketika Maruf Amin menjadi presiden RI. Mungkin itu akan mengubah 180 derajat kontelasi Pilpres jelang hari H. Prabowo-Gibran jelas berbalik menjadi pasangan underdog. Itulah mengapa, isu hak angket hingga pemakzulan mulai ramai terdengar.

Hanya dengan syarat persetujuan dua fraksi plus pengajuan dari minimal 25 anggota DPR, tentu itu mudah bagi PDIP. Terlebih jika PDIP berhasil melobi minimal satu partai utuk melakukan mosi tidak percaya dengan menarik menterinya.

Namun, Megawati tetaplah Megawati. Selalu menempatkan masalah nasionalisme di atas ego dan nafsu kekuasaan.

Adis, panggilan kesayangan Soekarno kepadanya, tahu kapan harus menyerang, kapan harus bertahan. Dia terlalu kenyang asam garam politik.

Tapi, pidato kebangsaan Megawati Soakarnoputri belum lama ini, tampaknya sudah menunjukkan isi hatinya, termasuk perlawanannya kepada Jokowi.

Menarik memang melihat perkembangan hari ke hari jelang 14 Februari 2024. Satu hal pasti, melihat konstelasi terkini, tampaknya Jokowi sudah berhitung.

Kemarahan sebagian publik soal putusan MK, membuatnya lebih berhati-hati dalam bertindak sampai hari H, termasuk cawe-cawenya.

Mungkin kini Jokowi hanya akan jadi penasihat di belakang layar yang gelap. Sementara di depan panggung, sebisanya meyakinkan publik jika dirinya adalah negarawan sejati, yang akan bersikap netral dan adil. Biar waktu yang menjawab.

Baca: Ketika Jokowi dalam Posisi Zugzwang

Pertanyaan terakhir, tukar guling apa yang menjadi deal Joko-Prabowo sampai rela mengkhianati PDIP? Mungkinkah Jokowi akan menjadi Ketum Partai Gerindra? Atau Ketum Partai Golkar?  (fgt)

 

 

 

 

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *