Jokowi dalam percaturan politik Indonesia terkenal dengan strategi yang handal. Langkah-langkahnya tidak terduga ibarat mesin catur Stockfish. Namun kini, dia terkena posisi Zugzwang.
Dalam catur, posisi Zugzwang bisa diterjemahkan sebagai posisi buruk. Jika bergerak, akan kehilangan materi yang berujung kekalahan.
Sama halnya dengan posisi Jokowi sekarang, pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). Putusan itu jelas menyibak tirai jika Jokowi punya keterlibatan langsung maupun tidak langsung dengan Putusan MK No 90 Tahun 2023.
Sejamlah kalangan, kini menghardik Jokowi dengan kalimat sarkas, menggunakan kekuasaan untuk memuluskan jalan putranya demi keberlanjutan takhta. Media nomor satu Indonesia bahkan menyebut putra Jokowi, Gibran Rakabuming Raka sebagai ‘Anak Haram Demokrasi’.
Perlahan namun pasti, sejumlah momen kini mulai membatasi manuver Jokowi untuk cawe-cawe.
Teranyar, pada pengundian nomor urut, Selasa (14/11/2023), dua pasangan calon, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD secara gamblang menyindir Jokowi soal keberpihakan. Menariknya, Prabowo Subianto juga dengan tegas menyatakan tak ingin menang dengan cara kotor.
Setali tiga uang, proses di parlemen juga membatasi ruang gerak dua institusi yang riskan menjadi instrumen yang disalahgunakan. Pada uji kelayakan dan kepatutan di Komisi I DPR RI, Calon Panglima TNI, Agus Subiyanto diminta janji kenetralannya.
Pun dengan Komisi III, Polisi sudah berjanji akan berlaku adil, tidak akan berpihak kepada salah satu pasangan calon.
Publik mulai tenang dan riang gembira. Kekhawatiran publik soal menyalahgunakan dua institusi terhormat itu, mulai mereda. Ibarat catur, keduanya adalah dua gajah fianchetto, yang begitu perkasa.
Publik masih menyimpan harapan, jika semua bidak aparatur negara tidak salah melangkah. Namun dengan beberapa momen tersebut, sudah ada langkah antisipatif yang sempurna.
Ketika bidak melewati petak terlarang, akan ada langkah en passant. Dua pasangan calon di luar Prabowo-Gibran kini juga merapatkan barisannya. Melakukan rokade untuk mempersolid pertahanan.
Menarik menunggu langkah Jokowi sebagai pecatur handal dalam posisi Zugzwang seperti ini. Bisa saja blunder terkait Paman Usman, menjadi rencana untuk melakukan kombi.
Memang tipikal Jokowi di percaturan politik Indonesia mengingatkan pecinta catur kepada juara dunia catur asal Uni Soviet, Mikhail Tal. Dia berjuluk ‘Penyihir dari Riga’ karena langkah-langkahnya yang aduhai.
Tal sering melakukan pengorbanan untuk langkah kombinasi yang membalikkan keadaan. Agresif dan taktikal.
Tapi sayang, Tal selalu tak berdaya jika menghadapi pacatur posisional. Yang pengalaman dan paham dengan teori. Mungkinkah di posisi ini, Megawati Soekarnoputri dan Surya Paloh akan menjadi antitesa tipikal agresif dan taktikalnya Jokowi?
Rasa-rasanya, dalam kondisi Zugzwang ini Jokowi akan segera mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan tanda menyerah. Membiarkan Prabowo-Gibran bertarung secara adil dan fair.
Suara loyalis Jokowi dan simpatisan Prabowo tampaknya masih cukup untuk mengamankan satu tiket menuju babak selanjutnya.
Biarlah nanti di partai Armageddon, Jokowi menyiapkan strategi pembukaan Ruy Lopez saat memegang buah putih. Bakal menarik jika lawannya nanti menggunakan Marshal Gambit untuk memprovokasi Jokowi. (BangKipot)
Baca: Siapa Bakal Melaju ke Putaran II ?
NB: Tulisan ini khusus untuk pecinta catur yang suka politik atau pengamat politik yang hobi catur.