Kesemrawutan Sepakbola Indonesia masih terus berlanjut. Pada semifinal leg 2 di Vietnam, Senin (9/1/2022) Indonesia kalah 0-2. Padahal sebelumnya, Indonesia begitu luar biasa mampu menahan imbang Vietnam di kandang stadion GBK, di hadapan puluhan ribu pendukung.
Kegagalan tersebut membuat Indonesia tak bisa mempertajam rekor dan masih mempertahankan prestasinya 6 kali runner up dalam 14 kesempatan sejak keikutsertaan pertama tahun 1996.
Hasil ini membuat pesimisme dan awan kelabu makin menyelimuti sepakbola Indonesia. Memilih pelatih asing berkualitas dengan gaji selangit ternyata bukan sebuah jaminan prestasi.
Baca: Thailand Juara AFF, Tamparan Telak untuk Indonesia
Tiga hari usai kegagalan tersebut, Sepak bola Indonesia kembali menjadi trending topic. PSSI memutuskan untuk menghentikan Liga 2 dan Liga 3. Sementara Liga 1 tetap berjalan, tanpa degradasi. Sebuah kebijakan yang luar biasa. Liga tanpa degradasi sudah tentu akan menghadirkan liga kompetitif, terlebih tim-tim yang berada di papan bawah.
Ada beberapa alasan Exco PSSI menghentikan liga. Tentu saja, dengan kajian dan pertimbangan sangat matang untuk semua insan sepak bola Indonesia. Termasuk pemain, pelatih, pengurus, termasuk pelaku ekonomi dalam setiap pertandingan beserta keluarganya.
Mau tidak mau, publik sepakbola jelas akan kembali mengingat Sabtu hitam (1//10/2022) ketika 132 nyawa melayang akibat sebuah pertandingan sepakbola. Ini belum menghitung, korban jiwa di beberapa pertandingan lainnya.
Entah kalimat sakti apa yang menjadi alasan dan bisa meluluhkan hati AFC dan FIFA. Plus janji akan ada perbaikan dan berusaha tak terulang kembali.
Sejak nama Nurdin Halid, Djohar Arifin Husin, La Nyalla Mattalitti, Edy Rahmayadi, Joko Driyono, Iwan Budianto hingga Mochamad Iriawan menjadi Ketum PSSI, sepak bola indonesia seperti tak ada perubahan.
Alih-alih prestasi, sisi kontroversi setiap rezim justru yang paling membekas di benak publik. Kesemrawutan Sepakbola Indonesia tak kunjung terselesaikan.
Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu. Kalimat itu mungkin pas merefleksikan kenyataan tiga dasawarsa kesemrawutan sepakbola Indonesia.
Baca: Indonesia Gagal di AFF, Nanti Coba Lagi
Kini Indonesia bersiap dengan euforia piala dunia junior U 20 tahun 2023. Untuk kali kedua sejak 1979, Indonesia berhasil lolos ke piala Dunia, meski kategori junior. (BangKipot)