Keajaiban Ada Bagi yang Percaya

F. G. Tangkudung
10 Jan 2021 16:05
Lentera 0 163
4 menit membaca

Seorang bocah berusia 7 tahun terisak di balik pintu kamarnya. Seli namanya. Dia sesegukan ketika tak sengaja mendengar pembicaraan kedua orang tuanya.

Baca: Budi Baik tak Pernah Terlupa

Adik lelaki Seli, Jos, kini terbaring tak berdaya di kamar. Badannya panas dan terus meracau. Penyakit parah yang dideritanya, harus segera diobati.

Namun, kondisi keuangan orang tua Seli, membuat keinginan itu urung dilakukan. Dokter di rumah sakit sudah menjelaskan, operasi membutuhkan biaya yang sangat besar.

“Cuma Keajaiban yang bisa menyelamatkan Jos. Semua barang berharga kita sudah terjual untuk pengobatannya. Maafkan Ayah,” begitu kata sang ayah kepada ibunya.

Tangisan sang ibu, membuat Seli ikut menangis dan berlari ke kamarnya yang kecil. Dalam kesedihannya, Seli hanya bisa berdoa kepada Tuhan.

“Tuhan, aku sangat menyayangi Jos. Aku ingin kembali bermain dengannya. Aku mohon sembuhkan Jos,” ucap Seli lirih dalam doanya.

Tetiba Seli ingat, celengan tanah liat dalam lemari bajunya yang sudah usang. Bergegas dia berdiri dan mencarinya.

Seli segera memecahkan celengannya, memunguti koin demi koin yang dia simpan dari uang jajannya yang tak seberapa. Ada juga uang kertas lusuh yang disusunnya lembar demi lembar.

“Delapan belas ribu, seratus rupiah,” hitung Seli dengan senyumannya.

Tak hitung tiga Seli langsung mengambil kantong plastik di meja belajarnya, memasukkan semua uang itu. Dia perlahan berdiri menjinjit berjalan berjengket agar tak terdengar kedua orang tuanya.

Depan pintu rumahnya, Seli langsung menyambar sendal bututnya langsung berlari menuju sebuah apotek besar. Kira-kira berjarak tiga kilometer dari rumahnya.

Dalam gelap malam dan dingin, ditambah rintik hujan yang turun, Seli tak peduli. Dia hanya ingin secepatnya sampai ke apotek.

Tibalah Seli di depan apotek, banyak orang masih antre membeli obat. Dia sejenak menunggu, di deretan kursi besi.

Berjarak dua kursi darinya, ada seorang pria paruh baya parlente, tampak serius mengamati Seli sejak kedatangannya. Mata seli masih bengkak dan sembab, sesekali dia terlihat sesenggukan.

Ketika pelanggan mulai sepi, nampak Seli yang kecil nan mungil berdiri menghampiri petugas. Namun, dia tidak terlihat karena badannya terlalu kecil.

Seli setengah berteriak, untuk mendapatkan perhatian seorang apoteker.

“Permisi…,” kata Seli agak nyaring.

Apoteker wanita segera melayani Seli, mendekatkan wajahnya setengah membungkuk.

“Mencari obat apa adik kecil?,” tanya petugas.

“Saya mau membeli keajaiban, adikku Jos sakit keras,” kata Seli polos.

Tak dinyana, lelaki parlente di belakang masih memperhatikan Seli, dan mengikuti pembicaraan dua gadis ini.

“Maaf adik kecil, kami tidak menjual keajaiban,” kata sang apoteker.

“Tolonglah, saya ingin adikku sembuh. Kata ayah, hanya keajaiban yang bisa menyembuhkannya. Saya punya uang,” kata Seli Lirih menahan tangisnya, sembari menunjukkan kantong plastik berisi uang.

Lelaki parlente itu sudah berdiri di belakang Seli. Dia lalu berlutut dan memegang bahu Seli.

“Gadis kecil, jangan menangis. Coba ceritakan, keajaiban apa yang ingin kamu beli?,” tanya sang lelaki.

“Nama saya Seli. Adik saya Jos, sakit keras. Ayah ibu sudah menghabiskan semua uang untuk mengobatinya. Kini mereka sudah tak punya apa-apa lagi,” kata Seli.

“Saya membongkar celengan untuk membantu mereka. Kata ayah, hanya keajaiban yang bisa menyembuhkan Jos. Saya punya delapan belas ribu seratus rupiah untuk membeli keajaiban,” tambah Seli.

“Wow, kebetulan sekali Seli. Harga keajaiban memang seharga itu, anakku,” kata sang pria.

“Antarkan aku kepada adik kamu, aku ingin bertemu dengan orang tuamu,” katanya lagi.

Seli lalu mengantarkan sang pria tersebut, ke rumahnya.

“Ayah, ibu, Jos akan sembuh. Saya sudah membeli keajaiban,” ucap Seli ketika memasuki rumah sambil menarik tangan lelaki itu menuju kamar, tempat Jos terbaring lemah.

“Astaga, suhu badannya sangat tinggi. Dia harus segera dibawa ke rumah sakit,” kata dia yang langsung mengambil ponselnya, untuk menelepon ambulans dan tenaga medis.

“Segera siapkan ruangan untuk operasi,” perintahnya dari telepon.

Lelaki itu memperkenalkan diri kepada kedua orang tua Seli.

“Kalian beruntung memiliki anak seperti Seli. Dia gigih dan percaya keajaiban. Saya dokter Armstrong, yang bertemu dengan Seli di Apotek,” katanya.

“Jos akan segera mendapat perawatan medis. Dia akan segera dioperasi. Tak perlu memikirkan biayanya, semuanya sudah dibayar Seli,” katanya lagi.

Kedua orang tua Seli hanya bisa tertegun dan ternganga. Bulir air mata membasahi hingga ke pipi. Mereka memeluk erat Seli.

“Terima kasih Tuhan, Terima kasih dokter,” ucap mereka berbarengan.

Pria itu adalah dr. Carlton Armstrong, dokter bedah terkenal yang sangat dermawan. Banyak pasiennya tertolong karena kemurahan hatinya.

Seli mungkin terlalu polos untuk menyadari apa yang terjadi. Namun Tuhan punya cara untuk menolong umatnya yang benar-benar percaya keajaiban.

Penulis: Farezell Gibran

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *