Kawasan Jalan Roda memang bukan sekadar tempat minum kopi biasa, tapi minum kopi dengan suasana hiruk-pikuk parlemen jalanan Kota Manado.
Hari masih pagi, cuaca pun agak mendung. Namun di sebuah meja terdengar perdebatan panas antara dua orang.
Baca: Uniknya Jembatan Sukarno dan Megawati di Manado
Yang satu berkoar tentang keyakinannya akan kejatuhan sebuah partai, namun yang lain berada di pihak seberang.
Kawan-kawan semeja nampak terbelah, memihak memilih berpihak kepada salah satunya. Tak urung, pembicaraan di meja tersebut sampai menjadi perhatian orang-orang yang lalu-lalang.
Ya, itu adalah bagian obrolan dari sebuah meja di kawasan minum kopi.
Prediksi politik dalam kawasan ini begitu mumpuni. Bahkan tak jarang dari sinilah lahir sebuah konsep dan pemikiran yang kelak menjadi peraturan daerah atau kebijakan eksekutif.
Bukan hanya soal politik, semua topik yang sedang hangat selalu menjadi bahan perbincangan bahkan perdebatan, termasuk olahraga.
Tak heran memang, komunitas yang selalu hadir di Jarod datang dari semua golongan, suku, profesi, tingkat pendidikan dan agama.
Mereka berbaur berdiskusi untuk kemajuan Kota Manado, layaknya mereka yang duduk di parlemen.
Kawasan ini memang menjadi parlemen jalanan. Bahkan, banyak warga yang menjadikan kawasan ini sebagai ‘kantor’.
Datang di kala pagi dan pulang saat matahari terbenam. Ada yang berbisnis, saling menukar info, juga ada yang hanya datang untuk bermain catur.
Para wartawan juga sering melepas kepenatan disini untuk menggali informasi “panas” dari para pengunjung.
Para eksekutif dan anggota legislatif pun selalu menyapa konstituennya di sini karena menjadi miniatur Kota Manado.
Deskripsi sederhana Jalan Roda adalah sebuah gang yang panjangnya kurang lebih lima puluh meter.
Mejanya terhampar di sepanjang gang tersebut dengan puluhan kedai kopi yang berada di kanan dan kirinya.
Dengan komposisi yang sudah turun temurun, nikmat kopi di sini beda dengan tempat lain.
Menu yang ada juga begitu lengkap. Dari sekadar minum kopi dengan makanan ringan seperti pisang goroho goreng, aneka kue basah, mie maupun bubur Manado.
Jika ingin lebih, nasi lengkap dengan lauk khas Kota Manado seperti woku blanga, rica-rica, dabu-dabu lilang ada di sini. Pastinya halal dan terjamin dengan harga yang bersahabat.
Jarod sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda di Indonesia, jauh sebelum Perang Dunia I dan II, sewaktu Kota Manado masih bernama Wenang oleh penduduk Minahasa.
Dulunya kawasan ini merupakan stasiun pedati (warga setempat mengenal dengan istilah roda sapi/ kuda). Roda, alat transportasi kala itu, dipakai oleh penduduk dari segala penjuru pedalaman untuk datang ke Kota Manado.
Biasanya mengangkut bahan-bahan hasil bumi dari daerah untuk saling barter.
Roda-roda itu datang dari arah Tomohon, Tonsea, Tanawangko, dan Wori. Disinilah mereka saling berinteraksi dengan bahasa percakapan yang kemudian terkenal dengan bahasa Melayu Manado.
Wajar saja kini bahasa Manado, memiliki banyak bahasa serapan.
Ini merupakan pengaruh beberapa bangsa yang pernah masuk di Sulawesi Utara, seperi Belanda, Jepang, Portugis, China dan Arab.
Meskipun begitu, nama Jarod tetap abadi bahkan berkembang seiring kemajuan dan dinamika.
Tempat ini oleh Pemerintah Kota Manado telah mengalami renovasi dan menjadi salah satu obyek wisata kuliner Kota Manado.
Kawasan Jalan Roda memang bukan sekadar tempat minum kopi biasa, tapi minum kopi dengan suasana hiruk-pikuk parlemen jalanan Kota Manado.
Penulis: F. G. Tangkudung
Tidak ada komentar