Mahkamah Agung (MA) secara mengejutkan membatalkan kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). MA melakukan sidang judicial review, setelah menerima gugatan dari Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI).
Baca: Ada RS yang Tidak Mau Terima Pasien BPJS
Juru bicara Mahkamah Agung, hakim agung Andi Samsan Nganro menyebut, MA mengabulkan judicial review Perpres Nomor 75, Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan.
“Jadi Putusan mahkamah adalah membatalkan kenaikan iuran BPJS,” kata Andi Samsan di Jakarta.
Dengan dibatalkannya kenaikan tersebut, maka besaran iuran kembali seperti tahun 2019. Iuran Kelas 3 (Rp25.000), Iuran Kelas 2 (Rp51.000), dan kelas Iuran Kelas 1 (Rp80.000).
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemerintah tidak secara instan langsung menaikkan iuran BPJS.
“Ini tidak instan lho. Pemerintah tidak hanya rapat 1 hingga 4 kali. Kami sudah rapat sebanyak 130 kali,” kata Sri Mulyani.
Dia pun mengatakan, pihaknya akan menarik kembali dana yang telah disuntikkan ke BPJS Kesehatan apabila iuran batal naik.
Dana yang telah disetorkan berjumlah RP13,5 triliun, diperuntukkan untuk membayar peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) baik di pusat dan daerah yang naik dari Rp23.500 menjadi Rp42.000.
Menurut Sri Mulyani, sejak program BPJS diberlakukan pada 2014 lalu, BPJS Kesehatan terus mengalami defisit anggaran yang terus meningkat setiap tahunnya.
“Kita harus akui tiap tahunnya defisit. Tahun 2014 defisit mencapai angka Rp9 triliun, lalu tahun 2016 defisit anggaran sebesar Rp6 triliun,” kata Mantan Direktur World Bank.
Ditambahkannya, kerugian BPJS sangat tidak terkendali ketika tahun 2017 defisit mencapai Rp13 triliun, lalu naik Rp.6 triliun sehingga kerugian di tahun 2019 menjadi Rp.19 triliun.
Wakil Ketua Komisi IX DPR, Nihayatul Wafiroh menganggapi hal itu, meminta pemerintah mengkaji ulang kenaikan iuran.
Nihayatul menyebut hingga saat ini pembersihan data (cleansing) belum tuntas, sehingga tidak elok apabila pemerintah menaikkan iuran BPJS sekarang.
“Kan pembersihan data belum kelar. Jadi sangat tidak tepat apabila pemerintah menaikan iuran, sementara proses pembersihan belum selesai dikerjakan,” kata alumni S2 Asean Studies, Universitas Hawaii.
Penulis : Lala Nvidia
Tidak ada komentar