Henk Ngantung menjabat Wakil Gubernur DKI Jakarta oleh Presiden Sukarno karena keahliannya di bidang seni. Saat itu, Bung Karno ingin menjadikan Jakarta sebagai kota budaya.
Ketika berkunjung ke Jakarta dan melewati Bundaran Hotel Indonesia, ada sebuah patung yang seolah selalu menyambut para tamu yang baru menginjakkan kaki ke ibukota.
Siapa sangka, patung tersebut merupakan hasil karya putra kawanua, Henk NgantungPekerjanya dari tim Keluarga Arca pimpinan Edhi Sunarso.
Baca: Bernard Lapian, Si Kritis Pendobrak Tirani Kolonial
Patung Monumen Selamat Datang itu menggambarkan sepasang pria dan wanita yang sedang melambaikan tangan dan menggenggam seikat bunga.
Monumen yang tinggi totalnya 17 meter tersebut memang berdiri ketika Jakarta menyelenggarakan Asian Games IV tahun 1962 dan dikhususkan untuk menyambut para atlit dan ofisial negara peserta Asian Games.
Hendrik Hermanus Joel Ngantung lahir di Manado, Sulawesi Utara pada tanggal 1 Maret 1921. Henk menjadi orang non muslim pertama yang menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Dia menjabat Gubernur DKI Jakarta pada tanggal 27 Agustus 1964 sampai 15 Juli 1965. Sebelum menjabat Gubernur DKI Jakarta, Henk merupakan Wakil Gubernur DKI Jakarta pada periode 1960-1964.
Bakat artistik Henk dalam dunia seni memang luar biasa. Henk menjadi pelukis autodidak tanpa pendidikan formal. Bersama Sastrawan terkenal, Chairil Anwar dan Asrul Sani, Henk ikut mendirikan perkumpulan seniman Indonesia yang bernama Gelanggang Seniman Merdeka.
Dia juga menjadi pengurus Lembaga Persahabatan Indonesia-Tiongkok 1955-1958.
Selain Monumen Selamat Datang, banyak hasil karya Henk yang kesohor, antaranya sketsa lambang DKI Jakarta dan lambang Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad).
Ada juga lukisan ‘Memanah’ yang menjadi favorit Presiden Sukarno dan Presiden Jokowi. Selain itu ada lagi lukisan ‘Ibu dan Anak’ yang merupakan hasil karya terakhir Henk.
Sayang, jasa-jasa Henk terhadap ibu pertiwi tak mendapat balasan setimpal. Dalam kehidupannya menjelang akhir hayatnya, Henk berjuang dalam kemiskinan.
Dia bahkan pernah masuk penjara karena tuduhan sebagai pengikut Partai Komunis Indonesia (PKI). Henk dapat stempel bagian dari organisasi sayap PKI, Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra). Dia tak pernah masuk persdangan dan pengadilan hingga akhir hayatnya.
Henk berpulang pada tahun 1991 setelah mengalami sakit jantung. Henk juga mengalami kebutaan pada mata kanannya dan mata kirinya yang tinggal berfungsi sekitar 30 persen karena penyakit glaukoma.
Sementara itu, Henk Ngantung bahkan sempat tak bisa berobat karena tidak mempunyai surat keterangan bebas PKI.
Dari kesaksian orang terdekatnya, Henk masih terus melukis meski wajahnya nyaris menempel dengan kanvas dan dibantu kaca pembesar.
Henk meninggal pada tanggal 12 Desember 1991 saat berusia 71 tahun dan dimakamkan di TPU Menteng Pulo.
Dari pengakuan salah satu anak Henk, Kamang Solana Ngantung, kehidupan istri Henk juga memprihatinkan selepas ditinggalkan Henk. Istri Henk hanya bergantung dari pensiun Henk sebagai Gubernur DKI Jakarta sebesar Rp 830 ribu.
Sebelum istri Henk meninggal tahun 2014, Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) yang waktu itu masih menjabat sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta, memberikan bantuan rutin setiap bulan kepada istri Henk dari kantong pribadinya.
Biodata:
Nama: Hendrik Hermanus Joel Ngantung
Nama populer: Henk Ngantung
Lahir: 1 Maret 1921.
Meninggal: 12 Desember 1991
Istri: Hetty Evelyn Mamesah
Anak: Maya Ngantung, Genie Ngantung, Kamang Ngantung dan Karno Ngantung.
Karir: Gubernur DKI Jakarta (27 Agustus 1964-15 Juli 1965).
Penulis: F. G. Tangkudung
Tidak ada komentar