Novel Baswedan, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menjadi korban penyiraman air keras, resmi berkantor kembali, Jumat (27/7/2018).
Novel kembali ke gedung antirasuah setelah lebih dari setahun berjuang dalam pengobatan medis, untuk mengembalikan fungsi dua kelopak matanya.
Ribuan pegiat anti korupsi mengantar kembalinya Novel. Mereka menyatakan dukungan moril terhadap Novel, meski hingga kini pelaku penyerangan masih buron.
Dalam pernyataannya, Novel Baswedan sudah ikhlas memaafkan pelaku penyerangan kepada dirinya. Tapi Novel meminta Presiden Jokowi untuk menuntaskan janjinya, akan menyelesaikan kasus tersebut.
Novel bahkan tegas menuding pihak kepolisian tak ingin menyelesaikannya. Hal ini mungkin terkait dengan rumor kuat yang beredar, salah satu jenderal menjadi aktor di belakangnya.
Baginya, pengungkapan kasus tersebut bukan untuknya tapi bagi semua perangkat penegak hukum, agar tak was-was tehadap teror. Negara harus hadir melindungi aparatnya saat melaksanakan tugas.
Dia memberi pengandaian, lamanya pengungkapan kasus ini seakan mempermalukan intelijen padahal banyak orang hebat.
Yang menarik, penyambutan kembali Sang Pejuang anti korupsi tersebut, muncul sayembara unik dari KPK.
Ketua KPK, Agus Rahardjo berjanji akan memberikan hadiah sepeda kepada masyarakat yang mampu memberikan informasi tentang pelaku penyerangan terhadap Novel Baswedan.
Bagi masyarakat awam, mungkin hal tersebut bisa terbaca sebagai bentuk penghargaan KPK, mirip hadiah jawab soal presiden. Namun bagi mereka yang mafhum, tafsiran hadiah sepeda tersebut sebagai sebuah sindiran kepada Jokowi.
Sayembara hadiah sepeda tersebut merupakan bentuk kalimat paradoks cerdas yang mengarah sebagai sebuah pernyataan satire.
Wajar saja, sejak tragedi air keras Novel April 2017, Presiden Jokowi berjanji serius mengungkap kasus tersebut. Kapolri Tito Karnavian sudahmendapat waktuuntuk segera menyelesaikannya.
Waktu berlalu selama 16 bulan, polisi tak kunjung menemukan sang pelaku, padahal sketsa wajah terduga pelaku sudah tersebar sejak lama.
Tapi pihak kepolisian sudah memberikan jawaban. Pernyataan Novel yang menuding salah satu jenderal terlibat dalam penyerangan harus berdasar fakta dan bukti, bukan sekadar dugaan tanpa dasar.
Untuk hal itu, pihak kepolisian menunggu mantan personelnya itu memberikan laporan resmi dan informasi A1. Kepolisian menegaskan selama ini sudah bekerja optimal, meski mengakui menemui kesulitan dan hambatan dalam menemukan pelakunya.
Pelaku mungkin seorang profesional dan terlatih untuk melakukan hal tersebut. Sejumlah bukti dan keterangan, termasuk CCTV, tak cukup kuat untuk menunjukkan identitas pelaku.
Sayang memang, kembalinya Novel harus menimbulkan ‘friksi’ antara KPK dengan Presiden dan Polri. Itu harusnya tak boleh terjadi, karena hanya akan membuat para koruptor bersorak.
Apalagi sesaat sebelum Novel kembali, KPK berhasil operasi tangkap tangan yang melibatkan saudara dekat pimpinan lembaga negara.
Sudah saatnya KPK, Polri dan Presiden Jokowi duduk satu meja menyatukan visi sembari menurunkan ego masing-masing.
Masyarakat bangsa ini sadar sepenuhnya integritas Joko Widodo, Tito Karnavian dan Agus Rahardjo Cs terhadap Indonesia, masuk dalam kategori istimewa.
Mungkin juga ini saatnya pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TPF) independen, sekaligus membentuk tim gabungan KPK, pemerintah dan kepolisian di sisi berbeda.
Keriuhan ini bisa menjadi konten para politikus sebagai komoditas utama.
Ini bisa melebar ke Kasus KPK Vs Budi Gunawan, dukungan revisi UU KPK, dan momen lainnya yang justru bisa menjadi konten serangan terhadap Jokowi dan sejumlah partai koalisinya.
Kini publik hanya bisa berharap, para elite bisa bekerja dalam satu visi tanpa menampilkan keriuhan yang tidak elok. Mayoritas masyarakat Indonesia terlalu mencintai Presiden Jokowi, Komisioner KPK dan Kapolri Tito Karnavian melihat sepak terjangnya selama bertugas.
Mungkin Indonesia Lebih Baik Menjadi Negara Federal
Doa, dukungan dan kepercayaan besar kini hanya bisa diberikan agar ketiganya bisa menyelesaikan kasus ini tanpa tedeng aling-aling.
Penulis: Efge Tangkudung
Tidak ada komentar