Guru Tampar Siswi, Konten Om Roni Sukses FYP

Guru Tampar Siswi, Konten Om Roni Sukses FYP

Awal Februari 2025, viral sebuah kasus guru tampar siswi di salah satu sekolah di Sulawesi Utara.

Kejadian ini mirip yang terjadi di Surabaya yang juga beberapa waktu lalu. Saat itu Ivan, orang tua siswa, datang ke sekolah karena membela anaknya. Namun, dengan arogan dia ingin mempermalukan orang yang telah menyakiti anaknya.

Peristiwa di Sulawesi Utara, bermula ketika seorang siswi SMA mengadu kepada orang tuanya, jika dia kena tampar gurunya di sekolah.

Sang ayah, sebut saja Om Roni (mungkin nama sebenarnya) tentu saja marah, tak terima jika sang putri yang selalu dia manjakan sejak kecil, mendapat perlakuan begitu.

Sampai di sini, responnya sangat wajar sebagai orang tua yang peduli kepada anaknya.

Roni yang merasa sebagai konten kreator terkenal, melihat peluang untuk berkreasi. Memarahi balik sang guru sambil mendapat konten FYP. Mungkin begitu pikirnya.

Datanglah dia bersama keluarga dan pasukannya ke sekolah. Dia mulai mengaktifkan kameranya gawainya, merekam semua percakapan ketika dia memarahi sang guru penampar.

Dari video, terlihat guru bersangkutan sudah meminta maaf sampai membungkuk dan berlutut. Sayangnya, suara latarnya jelas Om Roni Cs masih terus memarahi sang guru.

Dari momen inilah kejadian berbalik 540 derajat, video yang terkesan berniat mempermalukan guru tersebut, menyebar dan terlihat banyak orang. Memang FYP namun dalam konotasi negatif.

Netizen termasuk siswa-siswa di lingkungan sekolah tak terima, kemudian melakukan aksi pembelaan.

Jadilah puluhan ribu komentar negatif menghujat Om Roni dan keluarga. Bermunculan gambar, video satire dan sarkas tentang Om Roni dan keluarga.

Ternyata, kalkulasi dan ekspektasi Om Roni melenceng.

Dari kasus ini, ada beberapa poin yang patut menjadi refleksi. Bagi semua pihak.

Pertama, Guru adalah pengganti orang tua di sekolah.

Menyekolahkan anak, itu berarti mempercayakan anak untuk mendapatkan bimbingan dan didikan di sekolah. Mulai dari pengetahuan akademik sampai perilaku.

Setiap sekolah punya cara tersendiri, tergantung karakter dan pola pikir para guru di sekolah. Namun, pada intinya umumnya semua untuk kebaikan para siswa.

Jika keberatan, ada metode homeschooling yang bisa menjadi pilihan.

Para orang tua harusnya sudah tahu bagaimana beratnya menjadi seorang guru di zaman covid 19. Menghadapi puluhan bahkan ratusan individu berbeda karakter dan tingkat intelegensi.

Kedua, Hukuman kontak fisik bisa menjadi bumerang.

Belum lama ini, viral juga kasus guru Supriyani di Sulawesi Tenggara yang masuk penjara karena dituduh menganiaya siswa. Padahal dia mengaku tidak melakukannya.

Para orang tua kelahiran 70 atau 80-an ketika membaca kasus ini, pasti akan bernolstalgia dengan tongkat rotan, tangkai sapu ijuk, mistar kayu panjang dan sebagainya ketika masih sekolah.

Itu hal biasa dan justru jadi kenangan indah. Apalagi kini paham, niat baik guru waktu itu.

Atau ketika mengadu kepada orang tua saat kena marah atau kena pukul guru, malah justru mendapat ‘bonus ganda’ dari orang tua.

Tapi, zaman sudah berbeda, celah hukum dan multitafsir penerapannya kini bisa membuat guru menjadi terpidana.

Makin berpengaruh dan berpangkat orang tua, makin riskan guru yang melakukan kontak fisik untuk berurusan dengan hukum. Banyak contoh yang sudah terbentang.

Ketiga Bijak soal sayang anak.

Tak ada satu orang tua pun yang terima anaknya kena pukul gurunya. Manusiawi dan sangat wajar.

Namun, sebelum emosi berlebihan, cobalah bersabar sejenak, memahami runtut peristiwanya. Bicarakan dengan baik, tanpa harus membawa kamera.

Tanyakan musabab kejadian dan detail peristiwa. Bukan membabi buta, apalagi berniat mempermalukan atas nama dendam. Jangan juga aji mumpung untuk FYP.

Keempat Hilangnya budaya empati dan Tepo Seliro

Membaca ribuan komentar dalam kasus ini, menunjukkan tingkat empati, simpati dan tepo seliro masyarakat Indonesia saat ini.

Ramai-ramai menghujat, bertubi-tubi. Mencari detail kesalahan pribadi. Senang melihat orang susah.

Bahkan ada yang meminta agar si anak dikeluarkan dan tidak diterima di sekolah lain.

Bagaimana jika itu suatu saat terjadi pada keluarga atau anak kita?

Bagimana kondisi psikologis si anak?

Bukankah mereka sudah minta maaf?

Banyak yang lupa, semua manusia punya aib masing-masing, yang bisa Allah buka kapan saja. Hari sial tak pernah ada di kalender, Net..

Terakhir, Bad Day pasti berlalu

Buat Om Roni dan keluarga, turut bersimpati. Selalu ada hikmah dalam setiap musibah. Belajarlah menjadi lebih bijak.

Life must go on…

Untuk si Putri, bangkitlah dan jangan trauma. Buat ini menjadi momentum untuk kamu berbenah, menjadikan diri menjadi lebih baik. Masa depanmu bukan bergantung komentar netizen.

Semua orang berhak memiliki masa depan yang cerah. Jadilah lebih bermanfaat bagi orang lain. (Oka)

Beramai-ramai Menghujat Angel

 

 

 

 

 

 

 

More From Author

Absen dalam Penetapan Yulius, ini Jawaban Demokrat Sulut

Absen dalam Penetapan Yulius, ini Jawaban Demokrat Sulut

189 Kapal PIS Pakai Bahan Bakar Biodiesel

189 Kapal PIS Pakai Bahan Bakar Biodiesel

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *