Banjir besar kembali menerjang Kota Manado, Jumat (22/01/2021). Hujan lebat yang turun sejak siang, membuat sejumlah wilayah terendam air.
Hujan bersamaan di daerah pegunungan juga membuat kiriman arus deras di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS).
Bahkan daerah terparah, tinggi air mencapai empat meter atau setara dengan atap rumah.
Hujan deras kemudian berakumulasi dengan faktor penyebab lain seperti berkurangnya lahan hijau untuk resapan, penebangan pohon dan pendangkalan/ penyempitan sungai.
Sistem tata kota, drainase buruk hingga imbas reklamasi pantai jadi faktor pelengkap.
Hujan yang turun Jumat (22/01/2021) memang tak biasa. Curah hujan dan debit air hujan kali ini terasa begitu hebat.
Guyuran hujan selama beberapa jam terlihat mampu menggenangi banyak lokasi, dengan kenaikan volume air sangat cepat.
Baca: Diguyur Hujan, Manado Banjir Setinggi 4 Meter
Secara sederhana, kejadian hujan lebat di Manado hari itu, bisa tergambar dari genangan banjir yang terjadi di Stadion Klabat Manado.
Ini merupakan Homebase Sulut United dan Persipura Jayapura yang berlokasi di Kelurahan Ranotana, Kecamatan Sario, Manado.
Sejak era Persma Manado, ketika pertandingan diguyur hujan lebat, tak pernah ada genangan air. Bola tetap bisa meluncur baik di atas permukaan rumput.
Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) bahkan pernah menggelar final Liga Indonesia 1998/1999, antara Persebaya Surabaya versus PSIS Semarang di stadion ini.
Waktu itu, kondisi Jakarta tak kondusif, sehingga final yang rencananya digelar di Stadion Gelora Bung Karno (SGBK) dipindahkan.
Namun, curah hujan Jumat (22/01/2021) terlalu deras. Pengakuan sejumlah warga yang tinggal di sekitar stadion, kejadian tersebut baru pertama kali terjadi.
“Ketika banjir besar tujuh tahun lalu (2014), stadion tidak menjadi kolam seperti itu. Padahal waktu itu hujan selama dua hari tak berhenti. (Lapangan tergenang) Baru kali ini terjadi,” kata John Laoh, warga Ranotana.
Meski hujan mengguyur hanya kurang lebih empat jam, Stadion Klabat tempat menggelar pertandingan sepakbola, seketika menjadi kolam.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) kepada media, mengamini hal tersebut.
Dari kacamata ilmu pengetahuan, BMKG bisa menjelaskan proses terjadinya peristiwa ini.
Menurut Ben Arther Molle, Koordinator operasional stasiun BMKG Sam Ratulangi, hal itu terjadi karena adanya dua daerah bertekanan rendah.
“Pusat tekanan rendah di laut China Selatan (1008 hecto Pascal/hPa) dan laut Timur (998 hPa) membentuk sirkulasi siklonal, menyebabkan konvergensi/ pertemuan massa udara di wilayah Sulut. Ini terbawa dari Samudera Pasifik sebelah barat,” jelasnya.
“Kelembaban udara di lapisan 850mb= 80%, 700mb=80%, 500mb=100%. Ini menunjukkan kelembaban dari lapisan bawah hingga teratas sangat basah,” tambahnya. (kay).
Tidak ada komentar