Fam atau marga PAI/PAY juga mempunyai asal usul atau sejarahnya.
SETIAP orang Minahasa, pasti punya marga (fam). Meskipun awalnya orang Minahasa tidak mengenal marga.
Baca: Ingin Tahu Arti Marga Minahasa Anda? Baca Ini
Pengaruh menggunakan marga justru datang dari bangsa Eropa, khususnya Belanda. Marga menunjukan silsilah keturunan.
Dalam hal ini bahasa daerah menurut etnis Minahasa. Meskipun bahasa daerah Minahasa terbagi lagi dalam beberapa sub etnis, tapi bunyi dan pengertiannya hampir sama.
Seperti halnya marga saya PAI yang akhirnya khusus di keluarga saya sudah berubah menjadi PAY.
Fam atau marga PAI/PAY juga mempunyai asal usul atau sejarahnya.
Dalam suatu pertemuan dengan sejarahwan HM Taulu (almarhum), saya ditanya fam apa? Ketika saya jawab PAY, HM Taulu kemudian berucap, “Apa ngana tau arti PAI/PAY?”
Saya kemudian menjadi, “Artinya pisau.”
HM Taulu kemudian mengatakan, berarti saya benar-benar orang Minahasa.
Karena katanya, kalau mau mengaku orang Minahasa, dia setidaknya harus tau arti dari marganya sendiri.
Menyebut marga Pai/Pay sebetulnya kurang populer bila dibanding dengan marga lainnya, seperti Waworuntu, Supit, Kandouw, atau Sarundajang.
Karena sebutan Pay lebih identik dengan sebutan orang China. Dan hal itu saya rasakan setiap kali bertemu dengan orang yang belum mengetahui asal usul fam Pai/Pai.
Sewaktu mau masuk perguruan tinggi, saat memasukkan data pribadi di bagian administrasi, petugas administrasi langsung mengatakan, “China ya..?”
Saya jawab, “China Tempang..”
Saya tahu dia bingung. Padahal maksud saya, fam PAI/PAY itu sebetulnya, menurut cerita tua-tua berasal dari Desa Tempang di Langowan, Minahasa.
Tapi katanya mengaku orang Manado/Minahasa. Karena mereka melihatnya dari nama saya.
Menyebut kata PAY juga, orang Manado juga mengartikan dengan kata “BESAR”. Contoh, kayu yang besar orang Manado menyebutnya, “kayu ini pe pay.”
Di lain pihak, Pay juga dalam bahasa Inggris artinya bayar. Makanya saat ini banyak sekali yang berkait dengan kata pay, seperti google pay, samsung pay, apple pay, dsb.
Bicara soal asal-usul marga PAI/PAY saya sebetulnya tidak terlalu mendalami. Karena saya hanya mendapatkan informasi dari ibu saya, Deytje Kembuan.
Menurut ibu saya, ayah saya Daniel Pay lahir dari keluarga Pai-Maki (Abednego Pai dan Clara Maki).
Opa Abednego dan oma Clara dulunya tinggal di Desa Sumarajar, Langowan Timur. Tapi menurut cerita, mereka sebelumnya berasal sari Desa Tempang.
Mengapa kemudian terjadi perubahan ejaan PAI menjadi PAY, hal itu terjadi karena pengaruh ejaan.
Dimana pada suatu masa huruf “i” bagian akhir kata banyak berubah jadi “y”.
Contohnya, Roni jadi Rony. Dan sewaktu ayah saya menjadi polisi, data pribadi ayah saya sudah berubah.
Dan di masa itu, kesalahan huruf seperti itu sudah lumrah. Sama halnya fam Roeroe dan Ruru, atau Suwu dengan Suwuh. Ada juga Masie (satu s) dan Massie (dua s).
Adanya perubahan huruf itu, akhirnya akte kelahiran dan ijasah kami, harus menggunakan marga PAY. Padahal seharusnya PAI.
Baca: Suku Pasan Asalnya Orang Wawali
Di lokasi wisata Benteng Moraya, Tondano, Anda bisa melihat apakah marga Anda tertera di situ atau tidak.
Dan ternyata marga kami memang ada, hanya saja sesuai asal usulnya tertulis PAI.
Tapi hal itu tidak masalah bagi saya dan keluarga kami. Karena ternyata juga banyak yang menggunakan ejaan PAY.
Saya berharap ada tua-tua dari marga PAI, dapat menceritakan lebih detail soal asal usul marga PAI.
Mengapa Opa leluhur kita mendapat panggilan PAI. Segelintir saya pernah dengar, Opa Pai dulu katanya memang kemana-mana selalu membawa pisau. Walaupun maksudnya baik.
Apakah begitu ceritanya, saya harap ada yang bisa menjawabnya…
Penulis : Jeffry Pay
Tidak ada komentar