Apa itu abolisi? Pertanyaan ini kerap muncul ketika publik membahas kewenangan Presiden dalam menghentikan perkara pidana yang belum putus di pengadilan. Sebagai salah satu bentuk pengampunan negara, abolisi memegang peran penting dalam dinamika hukum dan politik Indonesia.
Dalam sistem hukum Indonesia, terdapat empat bentuk pengampunan dari Presiden: grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi. Di antara keempatnya, amnesti dan abolisi sering menjadi sorotan publik karena keduanya berkaitan langsung dengan proses hukum pidana dan memiliki dampak besar terhadap individu maupun kelompok yang terlibat dalam perkara hukum.
Artikel ini akan membahas secara mendalam pengertian, dasar hukum, perbedaan, dan contoh aktual dari pemberian abolisi dan amnesti.
Apa itu Abolisi?
Berasal dari kata abolition dalam bahasa Inggris yang berarti penghapusan. Dalam konteks hukum Indonesia, abolisi adalah penghapusan proses penuntutan pidana terhadap seseorang atau kelompok sebelum pengadilan memutus perkara.
Artinya, jika seseorang sedang dalam proses penyelidikan atau penuntutan, Presiden dapat menghentikan seluruh proses tersebut sehingga perkara dianggap tidak pernah terjadi secara hukum.
Abolisi jelas tertuang dalam:
- – Pasal 14 ayat (2) UUD 1945
- – Undang-Undang Darurat No. 11 Tahun 1954 tentang Amnesti dan Abolisi
Pemberian abolisi merupakan hak prerogatif Presiden, namun harus melalui pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan nasihat tertulis dari Mahkamah Agung (MA).
Pengertian Amnesti
Amnesti berasal dari bahasa Yunani amnestia, yang berarti “melupakan.” Dalam hukum pidana, amnesti adalah penghapusan hukuman pidana yang telah jatuh kepada seseorang atau kelompok, biasanya karena alasan politis atau demi kepentingan nasional.
Berbeda dari abolisi, amnesti diberikan setelah seseorang dijatuhi hukuman oleh pengadilan. Dengan amnesti, seluruh akibat hukum dari putusan tersebut dihapuskan, termasuk pidana penjara, denda, dan status hukum sebagai terpidana.
Dasar hukum amnesti:
- – Pasal 14 ayat (2) UUD 1945
- – UU Darurat No. 11 Tahun 1954
Amnesti juga memerlukan pertimbangan DPR dan nasihat MA, meskipun dalam praktiknya bisa secara kolektif kepada banyak orang sekaligus.
📊 Perbedaan Abolisi dan Amnesti
| Aspek | Abolisi | Amnesti |
- | Status hukum | Sebelum putusan pengadilan | Setelah putusan pengadilan |
- | Efek hukum | Menghentikan proses hukum | Menghapus hukuman pidana |
- | Sifat | Individual | Bisa bersifat kolektif |
- | Tujuan | Menghentikan perkara demi kepentingan negara | Menghapus hukuman demi rekonsiliasi politik |
- | Dasar hukum | Pasal 14 ayat (2) UUD 1945, UU Darurat 1954 | Pasal 14 ayat (2) UUD 1945, UU Darurat 1954 |
🧠 Konteks Politik dan Sejarah
Keduanya sering terdengar dalam konteks politik, terutama untuk meredakan ketegangan nasional, menyambut momen bersejarah seperti kemerdekaan, atau sebagai bagian dari rekonsiliasi. Di masa lalu juga, Presiden Soekarno dan Presiden Gus Dur pernah menggunakan amnesti untuk membebaskan tahanan politik dan aktivis.
📌 Contoh Aktual: Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto
Pada 31 Juli 2025, Presiden Prabowo Subianto secara resmi memberikan abolisi kepada Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong) dan amnesti kepada Hasto Kristiyanto, dua tokoh yang sebelumnya terjerat kasus korupsi.
– Tom Lembong, mantan Menteri Perdagangan, hukuman 4,5 tahun penjara dalam kasus impor gula. Dengan abolisi, seluruh proses hukum terhadapnya dihentikan, termasuk banding yang sedang berjalan.
– Hasto Kristiyanto, Sekjen PDI Perjuangan, hukuman 3,5 tahun penjara dalam kasus suap terkait Harun Masiku. Melalui amnesti, hukuman dan status hukum sebagai terpidana hilang.
Keputusan ini datang setelah mendapat persetujuan dari DPR dan pertimbangan dari Mahkamah Agung. banyak pihak menilai sebagai langkah strategis untuk menjaga kondusivitas nasional menjelang perayaan kemerdekaan ke-80 Republik Indonesia.
Dalam memahami hak prerogatif Presiden, menjawab apa itu abolisi menjadi kunci untuk menyingkap bagaimana negara menyeimbangkan kekuasaan dan keadilan. Melalui dua jalur ini, hukum pidana tak sekadar soal vonis, tetapi juga soal kebijakan, rekonsiliasi, dan arah nasional.
Hakim Vonis Sekjen PDIP Hasto Kristianto 3,5 Tahun Penjara
