SETARA Institute kembali mengeluarkan hasil penilaian mereka yaitu Indeks Kota Toleran (IKT) 2024, yang mereka rilis akhir Mei 2025.
Organisasi Hak Asasi Manusia (HAM) ini menilai sedikitnya 94 kota berhasil masuk pemeringkatan Kota Toleran.
Penilaian ini merupakan hasil pengukuran dalam mempromosikan praktik perlakuan baik toleransi kota-kota se Indonesia.
Sepuluh besar kota paling toleran di Indonesia menempatkan, Kota Salatiga Provinsi Jawa Tengah menjadi kota paling toleran se Indonesia, skor indeks toleransi Salatiga mencapai poin 6,54.
Peringkat kedua ada Kota Singkawang Provinsi kalimantana Barat dengan skor idnek toleransi dengan skor 6,42.
Berturut-turut ada Kota Semarang, Jawa Tengah (6,52), Magelang Provinsi Jawa Tengah (6,24), dan Pematang Siantar, Sumatra Utara (6,11). Peringkat keenam Sukabumi, Jawa Barat (5,96), Kota Bekasi, Jawa Barat (5,93), Kota Kediri, Jawa Timur (5,92).
Sementara itu, Kota Manado mengalami penurunan indeks yang sangat jauh bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Tahun 2023 Manado masih bertengger pada posisi 4 dengan indeks toleransi 6,40. Saat ini Manado beraada pada posisi 9 dengan indeks (5,91).
Kota Manado hanya unggul tipis dari Kota Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur yang menempati posisi 10 dengan Skor indeks toleransi 5,85.
Secara gambaran umum, SETARA mengukur kinerja kota, baik pemerintah kota maupun seluruh elemen masyarakat dalam mengelola keberagaman, toleransi dan inklusi sosial.
Hasil pengukuran ini kemudian dikombinasikan dengan paradigma hak konstitusional warga kota sesuai jaminan konstitusi.
Jaminan hak asasi manusia yang sesuai standar hukum HAM internasional, serta tata kelola pemerintahan kota yang inklusif.
Realisasi DBH Sulut Capai Rp268 M, Bolmong Tertinggi Sitaro Terendah
Cadangan Migas Sulawesi Melimpah
Untuk memenuhi empat variabel tersebut, SETARA menggunakan 8 indikator penilaian yang menjadi alat ukur peringkat.
Delapan indikator ini meliputi, kebijakan pemerintah kota yang presentase pengukuran 20 persen. Kemudian, peristiwa intoleransi yang terjadi (20%), Tindakan nyata pemerintah kota (15%), rencana pembangunan jangka menengah daerah (10%).
Lalu ada unsur dinamika masyarakat sipil (10%), pernyataan publik pemerintah kota (10%), Inklusi sosial keagamaan (10%) dan heterogenitas agama (5%).(oka)
Tidak ada komentar